Maaf, aku sibuk

"Maaf, aku sibuk". Kalimat ini selalu saja sanggup melumpuhkan kekuatanku. Jangan tanya kenapa, karena aku pun tidak tahu. Tapi biarkanlah aku mengungkap sedikit keresahan itu di sini. Menurutku, kalimat tadi benar-benar sederhana, sesederhana aku ingin bicara denganmu walau hanya sebentar. Beberapa orang kudapati seringkali mengatakan "aku sibuk" pada siapapun saat dia sibuk entah dengan tugas kuliah, pekerjaan, atau apapun yang menyita waktunya hingga dia mengatakan "sibuk". Tapi, entah kenapa kadang aku merasa kata-kata sibuk bermakna lain dari hanya sekedar ungkapan "tidak ingin diganggu". Lebih tepatnya dia mulai mengabaikanmu. Semisal begini, ketika aku punya suatu hal yang menurutku begitu penting ingin kubicarakan pada bapak, langsung saja kuhubungi bapak tanpa sedikitpun tahu si bapak lagi sibuk berada di sekolah atau dimana, lalu bapak mengangkat teleponku dan berkata " maaf nak, aku sedang sibuk nanti bapak telpon kalau urusanku selesai" begitu bapak bilang begitu, tentu saja aku mau tidak mau harus memutuskan untuk mengiyakan saja. Hal seperti itu pun beberapa kali terjadi pada kamu. " Maaf aku masih sibuk" entah kenapa pada saat kalimat itu diucapkan lagi, ada sesuatu yang membuat sedikit lubang di hati. Jadi lebih tepatnya, kalimat itu seolah bermakna kau sedang diabaikan oleh seseorang. Menurut buku yang kubaca, sesibuk apapun seseorang, tapi dia masih menyayangimu maka dia akan selalu meluangkan waktu untuk sekedar memberi kabar. Well, boleh saja aku selalu terobsesi dengan segala sesuatu yang kubaca, tapi memang benar begitu adanya. Jangan sampai kata-kata sibuk itu menghilangkan seseorang dari kehidupanmu. Maksudku begini, misal yah kamu memiliki seorang sahabat, seringkali kau menghabiskan waktu untuk sekedar ngopi bareng, atau kalau kau tidak punya waktu, kau terbiasa untuk menghubungi dia via telepon atau chating media sosial. Lalu, semakin lama, kebiasaan itu mungkin sedikit membosankan. Lama-lama kau dan sahabatmu mulai menikmati kesibukan masing-masing sampai lupa bahkan enggan untuk saling kasih kabar seperti biasa. Hingga saatnya kau menemukan kesibukan itu benar-benar menjauhkan kamu dan sahabatmu. Kau seringkali mengatakan "sibuk" sampai kau benar-benar merasa sahabatmu itu akan selalu bisa dihubungi kapanpun kau mau. Kamu bahkan tidak peduli saat larut malam dia menghubungimu yang mungkin kau sedang sibuk dengan pekerjaanmu, kau tidak peduli pada apa yang hendak dia bicarakan... Barangkali dia menghubungimu untuk sekedar menenangkan dirinya dan percaya masih ada orang yang peduli padanya, tapi kau abai padanya, Karena mungkin kau terbiasa dengannya. Tapi, suatu saat ketika sibuk itu memang benar-benar menjadi makna lain baginya, barangkali sejengkal demi sejengkal dia mulai pergi menjauh tanpa kau sadari bahwa kepergiannya adalah karena kau terlalu sering mengabaikannya.
Dulu, entah kapan aku pernah merasakan hal ini, pada seseorang yang selalu sanggup memelukku kapan saja ketika berjumpa. Dialah sahabatku, orang yang selalu siap dihubungi 24 jam kapanpun saat aku hendak menangis, berbagi suka maupun duka. Sampai suatu hari, riset itu benar-benar menyita waktuku. Yah, bahkan aku mulai tidak bisa membedakan antara hari Minggu dan hari Senin hampir setiap hari kuhabiskan di ruangan kecil tempat aku bereksperimen. Berangkat pagi pulang larut malam, begitu saja setiap hari yang kulakukan. Begitu pulang ke asrama, tak sempat aku melakukan hal lain selain makan, browsing jurnal yang kubutuhkan lalu membuat skema pekerjaan yang akan kulakukan esok hari. Hal itu terjadi hampir 2 tahun terakhir saat aku berstatus mahasiswa. Dia sahabatku, sebutlah inisialnya Apel, seringkali kuabaikan begitu dia menghubungiku tidak tepat waktu. Mungkin dia kesel, karena aku menghubunginya ketika aku mulai frustasi dengan risetku yang sering gagal. Mungkin dia kesel, seolah aku hanya menghubunginya pada saat aku membutuhkan seseorang untuk menyemangatiku kembali. Awal-awal dia mencoba memahami bahwa aku yang workaholic ini seringkali sok sibuk bahkan kadang lupa memberi kabar hingga nyaris sebulan. Yeah, tidak mesti memang aku harus memberinya kabar setiap hari setiap saat. Tapi, aku menghilang selama kurang lebih 1-2 bulan tanpa kabar. Lama-lama dia mulai tidak bisa kuhubungi, katanya dia mulai sibuk juga dengan pekerjaannya di sana. Aku menyadari satu hal, bahwa rasa-rasanya aku mulai kehilangan seseorang, begitu terasa keberadaan dia sangat penting untukku saat dia telah lama pergi selama-lamanya. Dia tidak akan pernah lagi bisa kuhubungi menggunakan teknologi secanggih apapun kecuali potongan-potongan doa yang selalu kuhadiahi untuknya. Terhitung 6 bulan kepergiannya aku belum menemukan sosok lain penggantinya. Dia istimewa, dan aku benar-benar merindukannya. Belajar dari dia, aku menyadari banyak hal bahwa kesibukan kita jangan sampai membuat orang terdekat kita merasa terabaikan begitu saja, sesibuk apapun kita jangan lupa untuk menghubunginya, karena begitu dia pergi menjauh, akan ada ruang kosong di hatimu  semacam kehilangan dan penyesalan pernah mengabaikannya.

Catatan Eva Edelweis, Yogyakarta 04 Januari 2017.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar