Hari Raya HAM untuk Eva

      Eva mengucapkan selamat memperingati Hari Hak Asasi Manusia yang ditetapkan pada tanggal 10 Desember ^_^  Barangkali aku menuliskannya di sini untuk merayakan secara pribadi dan semacam do'a yang kurapal pada Tuhan. 
      Siapapun yang baca, semoga kalian turut mengaminkan doaku. Sebatas do'a untuk hati yang sedang lelah, diri yang lemah, dan sepotong harapan yang masih kubisikkan tanpa henti. Semoga Tuhanpun tidak lelah mendengarkanku....
      Ketika Suriah, Aleppo, Palestina, dan negara-negara lain tertindas oleh ketidakadilan manusia, mereka yang berhak hidup di atas tanah lahir mereka sendiri, mereka yang terenggut seluruh haknya kecuali hak mengadukan diri pada Tuhan.... di sini akupun ingin meminta hak asasi hidup atas diriku sendiri. Aku ingin "hak" ku tak direnggut siapapun termasuk oleh mereka yang kusebut keluarga. Aku ingin bebas berekspresi menjadi diriku sendiri tanpa ada semacam rasa takut berkepanjangan. Aku ingin bebas melangkah mengikuti mau kaki kemanapaun ingin berpijak, bahkan ketika aku harus terlepas dari "jangkauan" tanggung jawab mereka. Aku ingin berjalan seorang diri tanpa seorangpun menguntitku bahkan jikalau ada pembegal sekalipun... Aku ingin bebas menentukan kemana harus kubawa tubuh ringkih ini pada satu tujuan.... terakhir, Aku juga ingin bebas mengambil keputusan dalam memilih pasangan... Aku ingin, aku ingin.... yah sebatas aku ingin.... yang kuharap satu bulan kedepan dan selanjutnya segala ingin tidak lagi menjelma sebuah "ingin".
      Kau barangkali akan berbicara denganku sepanjang artikel 2000 kata dalam waktu yang tak kurang dari 1 jam untuk sekedar ngoceh di depanku, kenapa semua yang kukatakan hanya ingin? yah, kenapa tidak kau bicarakan pada objek utama yang akan siap menerima semua kegundahanmu? semacam teman atau keluarga, atau siapapaun yang kau rasa telah merenggut "hak"mu itu?  Kau barangkali mungkin akan memberiku segenap nasihat baik yang super bijak untukku, hanya untuk melunasi banyak "ingin" yang kuinginkan. Kau mungkin sudah akan memberiku seribu wejangan, atau bahkan mengataiku "ALAY" menuliskan hal yang tidak penting semacam ini di blog pribadi yang bisa dibaca oleh banyak orang hanya untuk mencari perhatian dan berbagi banyak kegalauan. Kau boleh memilih menjadi salah satu dari yang kutulis ini... asal kalau ketemu aku jangan ngamuk-ngamuk apalagi minta dijajanin meski hanya di kantin, karena aku sedang belum ada duit ...
      Terkadang orang lain hanya mampu mengomentari begitu saja, padahal tidak tahu apa-apa.. bahkan tidak tahu "lapangan hidup" kita seperti apa... Maka di sini kalian kusarankan untuk mengamini saja semua "ingin" yang kunginkan tadi, tidak usah mengutuki apalagi mentertawakan. Gampang, mudah, mungkin begitu pikir kalian membaca beberapa pintaku tadi, tapi lagi-lagi harus kuingatkan kadang kita tidak boleh begitu saja mengomentari hidup orang lain, karena medan hidup yang aku dan kalian jalani tentu tidak sama meski dalam suasana problem yang sama. 
      Aku ingin Hak Asasi Manusia itu tak hanya berlaku untuk negara-negara yang terjajah, tapi berlaku juga untukku. Apalagi mengingat usiaku yang sudah berlabuh di angka ke-21 bukankah itu usia yang cukup jauh untuk mulai belajar menemukan jati diri sendiri? Bukankah angka itu cukup tua untuk tidak melulu mengiyakan hal-hal yang sebenarnya tidak ia sepakati? Bukankah angka itu cukup kuat sebagai alasan bahwa kau berhak menyuarakan isi hati pada orang lain tanpa harus merasa ketakutan akan mengecewakan, dibenci, atau bahkan disingkirkan? Bukankah angka itu cukup ganjil untuk seseorang masih harus merengek sana-sini karena urusan sepele, sesepele "malakin" duit orang tua tiap bulan? Bukankah angka itu  sudah cukup mewakili kedewasaan seseorang untuk dilepaskan dalam memilih segala keputusan dalam hidupnya? Bahkan termasuk memilih pasanganpun... Yah, tapi nyatanya angka 21 hanya sekedar angka kosong di mataku. Tak ada artinya karena aku masih di sini, berkutat seorang diri di salah satu kamar asrama, mematut diri di depan cermin seraya berkata "sudahkah saya berhasil menjadi manusia yang merdeka tanpa penjajahan oleh siapapun dalam bentuk apapun?" Terlalu pengecut untuk berani mengungkap segala macam rasa yang bercampur, mengental dalam pikiran selama beberapa bulan terakhir ini, yang ujung-ujungnya berakhir pada rembesan air mata dimana-mana. Tak peduli lagi di jalan raya, atau sedang sibuk bekerja, tetap saja jika sudah merasa mual dengan perasaan tak enak yang sudah lama mendiami pikiran selalu berakhir dalam bentuk tangisan. Kupikir aku ini mengerikan, jika sudah menangis seperti ini. Kebanjiran tentu saja... tak tau diri untuk sekedar menutup segala keresahan di tempat yang banyak orang berseliweran, tidak tahan untuk sekedar menangis kencang di balik tindihan selimut yang menghangatkan.... arrgghhh... dalam keadaan seperti ini aku  kadang memang kehilangan rasa malu...
      Aku menuliskan ini bukan untuk berbagi kegalauan apalagi berlaku sok menyedihkan, tapi hanya sekedar perayaan hari Hak Asasi Manusia sekaligus perapalan do'a di penghujung bulan tahun ini, barangkali Tuhan sudi kubujuk rayu untuk mengiyakan seluruh permintaan hati yang kutulis dari hati yang paling kusut. Satu hal yang kuyakini, ketika nyaris merasa hanya do'a yang bisa kulakukan dan tersisa sepotong harapan yang kugantungkan pada Tuhan, beserta keyakinan 100% tiada minus meski 0,000000001 % pun Tuhan pasti menjawab segala ingin yang kusuarakan dari hati terdalam sekalipun, bahkan mungkin Tuhan yang lebih memahami bahwa serumit apapun yang kujelaskan pada siapapun, Dia yang paling paham dan mau mengIyakan...... atau barangkali saat aku menuliskan tulisan yang agak kurang penting semacam ini, mungkin Malaikat sedang menatap sendu sambil lalu ikut membaca tulisanku lalu ikut mengaminkan pada Tuhan...

#Catatan Edelweis di sebuah Desember.
                                                                                                            Yogyakarta, 10 Desember 2016



Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar