Ketika waktu mengajariku untuk segera menepi dari kebrutalan rindu..
Menolak segala alasan dari sebuah perjumpaan. Bukan, bukan aku tidak
rindu. Tapi aku ingin tahu betul apakah hati ini sanggup kutusuk
berkali-kali untuk puasa dari menjumpaimu? Sekuat apakah hati ini jika
kutekan sedemikian rupa tatkala rindu mulai memburu?
Seseorang pernah mengataiku dengan lugas, bahwa hati yang biru sebab
rindu tapi ia kuat menahannya, maka dimana lagi letak sebuah perasaan
paling mengkhawatirkan dibandingkan menunggu sebuah pertemuan? Tapi,
sekali lagi kukatakan bukan aku diam membisu, sesekali menarik napas
yang mulai megap-megap ketika jantung hendak meloncat dari tempatnya
saat kau mulai kejam menari-nari tersenyum lepas di sepanjang
mimpiku.... memanggilku layaknya orang bertawaf dengan seluruh rapalan
doa. Tidak tahukah bahwa namamu cukup kubisikkan saja pada Tuhan, bahwa
hanya kamu saja yang kuinginkan? Biarlah, mau sepanjang apapun jarak
memisahkan, waktu akan mengembalikan kita pada satu titik terang di
jalan yang sama: perjumpaan paling dinantikan menuju sebuah ritual
kehalalan.
Edelweis, Yogyakarta 11 Desember 2016
0 komentar:
Posting Komentar