Selamat hari ibu, Nek.

Rasa kehilangan itu bukan lagi hal yang mengagetkan. Separuh kesadaran ku hilang. Kosong. linglung. Apalah rasa cinta yang sehambar ini? Pada sebuah fase dimana kerinduan ku benar-benar membuncah, ingin sekali menjumpainya memeluk erat tak kan ku lepas... Tapi, dia sudah pergi menemui Tuhan yang jauh lebih merindukannya. Terakhir kali aku menemuinya tepat bulan lalu, menciuminya tiada henti. Namun rasa sakit luar biasa menggerayangi seluruh tubuhku. Dia sudah tidak mengenaliku lagi. Bahkan sekedar memanggil namaku saja tidak. Ciuman terakhir yang tak pernah terlupakan. Aku pergi meninggalkannya, lalu ia pun pergi meninggalkanku. 
Sesosok wanita paling tangguh dalam hidupku. Aku masih ingat bagaimana dulu dia masih selalu sanggup membangunkanku waktu subuh, bahkan menyiapkan makanan sahurku untuk puasa Senin kamis sampai tiada lelah yg kulihat ketika dia tetap semangat sambil tersenyum menyiapkan buka puasa. Aku masih ingat tentang Kehangatan pelukannya, ciumannya, kelembutan bicaranya, ahh aku rindu masa-masa itu. Dimana aku seringkali bertingkah terlalu liar tanpa pernah menyadari, orang itu hanya menemaniku 21 tahun saja. Tuhan, bukan aku tidak rela... Tapi sungguh, kehilangannya membuatku semakin tak bernafsu saja untuk hidup lebih lama lagi. Tidak tahukah bahwa tiada orang yang sesayang itu padaku? Tidak ada, bahkan semua orang iri denganku. Kau menyayangiku lebih dari yang lain. Aku berbeda, katamu waktu itu. Ya, aku berbeda dari yang lain. Ibuku tak sesayang ini padaku. Hanya wanita inilah yang tiap hari mencurahkan kasihnya sedemikian rupa padaku. Orang-orang pun hanya berani memarahi kenakalanku, hanya wanita inilah yang sering kali memelukku saat tiada satupun yang memahami keinginanku. Kami bicara dari hati ke hati, hingga terlelap dalam buaian mimpi. Dia hanyalah ibu dari ibuku. Tapi segalanya bagiku.... Tahun 2016 adalah tahun kesedihan bagiku. Ditinggalkan orang-orang yang penting, orang-orang yang punya hati melebihi hati seorang ibu. Tapi, satu hal yang aku yakini jejak mereka masih di sini, kekal, membekas dalam relung hati. Semoga Tuhan memberkahi, detik-detik jalan yang akan kulalui. Tanpa mereka, orang-orang pilihan Tuhan yang hanya sebentar menemaniku mengajarkanku bahwa dunia ini akan damai dengan kasih sayang. Bukan kemarahan, kebencian, dan dendam yang kau tanam. Akan ada benih-benih lain, pengganti orang yang meninggalkanmu sekalipun dia mungkin bukan siapa-siapa di bagian hidupmu. Semoga Allah tetap menjagamu sebagaimana kau menjagaku, semoga Allah selalu memelukmu sebagaimana kau memelukku, semoga Allah menyayangimu lebih dari apapun sebagaimana kau menyayangiku tanpa batas. Kehilanganmu puncak segalanya. Selamat tinggal Nek. Hari ini aku punya satu pertanyaan yang membingungkan, esok kalau aku pulang ke rumah, pada siapa aku memulangkan rindu? Pada siapa aku akan bercerita bahwa aku masih cucumu yang penuh ambisi jadi siswa terbaik? Pada siapa akan ku pulangkan rasa lelah yang menggantung dalam diriku? Pada siapa aku hendak memeluk jika tak satupun orang yang Sudi mendengarkan keinginan hatiku? Pada siapa lagi??  Jika aku kehilangan arah, kehilangan kesabaran, dan hanya keegoisan yang tetap menyala, biarkanlah aku segera menemuimu di sana. Membayar rindu berkepanjangan tanpa lagi kebanjiran air mata. Pertemuan paling membahagiakan antara kau dan aku di surga. Selamat hari ibu, Nek. Kehilanganmu adalah mimpi buruk paling nyata dari sekian kerisauan paling memilukan. 

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar