Menemukan Cahaya Hati dengan Zuhud

   “Ada kalanya nuur Ilahi itu turun kepadamu, tetapi ternyata hatimu penuh dengan keduniaan, sehingga kembalilah nuur itu ketempatnya semula. Oleh sebab itu, kosongkanlah hatimu dari segala sesuatu selain Allah, niscaya Allah akan memenuhinya dengan ma’rifat dan rahasia-rahasia” (Tulisan Syaikh Ibnu “Athoillah dalam kitabnya, Al-Hikam).
    Seringkali dari kita merasa meraih sukses hidup ketika kita telah berhasil meraih segalanya: harta, gelar, pangkat, dan jabatan yang telah kita genggam. Mari kita kaji ulang seberapa besar sebenarnya hakikat dan nilai dari apa-apa yang telah kita raih selama ini.
     Sayangnya, orang yang merasa telah berhasil meraih segalanya yang ia inginkan di bumi ini, mudah tergelincir karena hanya mempergauli dunianya saja. Akibatnya, keberadaannya membuat ia bangga dan takabbur, tetapi ketiadaan (nya) serta merta membuat lahir batinnya sengsara dan tersiksa. Manakala telah berhasil memperoleh apa yang diinginkannya, dia merasa semua itu karena hasil usaha dan kerja kerasnya semata, akan tetapi ketika dia gagal mendapatkan apa yang diinginkan, dia merasa dirinya sedang sial. Bahkan tidak jarang kesialan yang menimpa itu dicarikan kambing hitamnya pada orang lain. Orang semacam itu telah lupa bahwa apa yang diinginkannya dan diusahakan oleh setiap manusia itu bergantung atas izin Allah Azza Wa Jalla. Jika kita menginginkan sesuatu hal dan benar-benar berusaha sekuat tenaga agar apa yang kita inginkan itu tercapai, tetapi Allah yang maha berkuasa tidak berkehendak dengan apa yang kita inginkan maka pasti tidak akan pernah tercapai. Karena sungguh kekuatan itu adalah pemberian dariNya. Laa Haula wa Laa Quwwata Illabillah al-Aliyyi al-Adzim.
        Seharusnya kita hanya bergaul dan bergantung dengan Allah zat yang maha menguasai alam jagat raya ini, sehingga hati kita terbebas dari kegalauan dari hal-hal yang bersifat duniawi. Allah berfirman :
لا خوف عليهم ولاهم يحزنون     
       Jika kita telah percaya akan firman Tuhan ini, niscaya tidak akan ada kecemasan sama sekali dalam hati kita menghadapi urusan apapun di dunia ini. Bahkan sebaliknya, kita akan selalu merasa nyaman, tenteram, damai karena dalam hati kita yang ada hanyalah Tuhan. Dalam pikiran kita yang ada hanyalah bagaimana kita mempersibuk diri dengan Tuhan, dan urusan-urusan ukhrawi yang lebih berarti dibandingkan urusan-urusan di dunia yang hanya sementara.
      Sikap seperti inilah yang seharusnya kita latih secara terus menerus dalam mempergauli kehidupan dunia. Biar tubuh kita terlekat dengan dunia namun jangan pernah kita biarkan hati kita turut terlekat dengannya. Karena sekali hati kita terlekat oleh adanya dunia, maka niscaya adanya dunia akan membuat kita bangga, merasa terhormat sedang tiadanya akan membuat kita terluka dan kecewa.
     Betapa tidak! karena yang namanya tabi’at dunia itu silih berganti. Terkadang kita dengan mudah mendapat rejeki, tapi dilain waktu begitu susahnya kita memperoleh sesuap nasi. Terkadang pula kita dipuji, dihormat tapi pada saat yang lain, harga diri kita direndahkan, dipermalukan. Semua terjadi silih berganti. Nah, kalau kita hanya akrab dengan kejadian-kejadian seperti itu tanpa akrab dengan zat sang pemilik semua kejadian ini, maka yang terjadi adalah kelelahan, kebosanan dalam menjalani hidup, lain halnya jika kita selalu menghadirkan hati kita bersama Allah.
     Sesuatu yang penting yang kita perhatikan agar kita dicintai Allah adalah kita harus zuhud terhadap dunia ini. Rasulullah SAW pernah bersabda “Barangsiapa yang zuhud terhadap dunia, niscaya Allah mencintainya, dan barangsiapa yang zuhud terhadap apa yang ditangan manusia niscaya manusia mencintainya”.
     Zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak memiliki apa-apa yang bersifat duniawi, melainkan kita harus lebih yakin terhadap apa yang ada di sisi Allah bukan apa yang ada di tangan kita. Karena bagi orang-orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun yang dia miliki tak kan membuat hatinya tenteram dan damai karena ketenteraman baginya hanyalah apa-apa yang ada di sisi Allah.
    Rasulullah SAW juga bersabda “melakukan zuhud dalam kehidupan di dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada yang ada pada Allah”.
   Sekiranya kita memiliki orang tua atau sahabat-sahabat yang memiliki kedudukan tinggi di suatu instansi tertentu, maka hendaknya kita tidak merasa tenteram dengan jaminan mereka karena semua itu tidak akan pernah hadir kepada kita kecuali Allah mengizinkannya. Semua yang ada di dunia hanyalah titipan dari Allah, maka dari itu suatu saat Allah pula yang akan mengambil apa-apa yang ia titipkan kepada hambaNya.
   Orang yang zuhud terhadap dunia tidak melihat adanya jaminan dari apa yang mereka miliki namun mereka lebih percaya dengan jaminan Allah sekalipun tidak tertulis, tetapi sungguh Dia maha tahu apa yang kita butuhkan. Jangan sekali-kali kita mengukur kemuliaan seseorang dengan adanya dunia yang sedang digenggamnya, apalagi kita meremehkan orang-orang yang tidak memiliki apa-apa. Jika kita telah menghormati seseorang karena apa yang dia punya dan kita remehkan orang yang papa dan jelata itu artinya kita sudah mulai cinta dengan dunia. Akibatnya susah hati ini bercahaya disisi Allah. Mengapa demikian? karena hati kita telah diliputi oleh sifat takabbur dengan membeda-bedakan orang lain berdasarkan dunia yang dimilikinya.
     Bagi orang-orang yang cinta dunia, tampak sekali bahwa keuntungan bagi dirinya adalah ketika dia dipuji, dihormati, dan dimuliakan. Akan tetapi, bagi orang-orang yang sangat merindukan kedudukan disisi Allah, justru keuntungan itu dia nikmati ketika berhasil dengan ikhlas menolong, menghargai orang lain. Cukup ini saja tanpa berharap kita memperoleh sesuatu yang lebih dari orang lain. Mereka lebih menyukai apa-apa yang yang terbaik yang diberikan oleh Tuhan bukan dari apa yang didapatkan selain dariNya.
    Siapapun yang menginginkan hatinya bercahaya karena senantiasa dicahayai oleh Nuur Allah maka hendaknyalah ia berjuang untuk mengubah diri, sikap hidup dan menjadi pribadi yang tidak cinta akan dunia. Lebih baik lagi jika kita senantiasa berusaha untuk selalu mendekatkan diri kepadaNya. Tapi ingat, segala sesuatu tergantung Allah namun tidak berarti kita hanya dapat berharap tanpa berusaha. Firman Allah “Cahaya diatas cahaya. Allah membimbing (seorang hamba) kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki.”( Q.S.al-Nur [24]: 35).
     Hati manusia itu bagaikan cermin yang memantulkan cahaya. Jika cermin itu bersih dari debu dan kotoran yang menghalangi maka apa yang kita lihat akan tampak jernih apa adanya. Hitam putih akan terlihat jelas dan nampak perbedaannya. Demikian juga dengan hati, kalau hati kita jernih, kita akan melihat realita itu apa adanya, sementara jika hati kita kotor maka pandangan kita dari suatu kebenaran akan terhalangi. Dan yang lebih parah, jika hati kita benar-benar tertutup dari nuur Nya. Naudzubillah. Maka dari itu mari kita bersihkan hati kita dari segala hal yang menghalangi masuknya nur ilahi dalam hati kita. Wallahu a’lamu bi al-Shawwab.

*Semacam tulisan serius, untuk pertama kalinya kuposting di sini. 
                                                                                                             Yogyakarta, 07 Desember 2016
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar