Desember ini seharusnya menjadi Desember kita yang keeempat, tapi bukankah hujan kerinduian saja yang bisa kukenang hari ini? Kau mana peduli? Ada banyak hal kecil yang yang tidak terlupakan. Yah kau tentu tahu, perempuan adalah pengingat paling detil jejak yang pernah ia lewatkan, begitupun aku.
Desember kali ini serupa hujan yang tak tahu diri, membasahiku seenaknya tanpa mau tahu, bahwa aku telah basah kuyup kedinginan tersebab kau dan kenanganmu menghujaniku. Bahkan, saat mataku pun terlelapdalam petang, kau masih saja menggetarkan hati yang sempat kutata dengan rapi seperti saat aku belum mengenal siapapun termasuk kamu. Tanpa sadar, adzan subuh membangunkanku dari mimpi tentangmu. Mataku membengkak dan memnerah, tersadar bahwa baru saja aku menangis karenamu. Kehilangan tak sebercanda itu, patah hati tak semenarik nyanyian para biduan, dan aku, aku mulai tahu bahwa hati yang tercecer di masa lalu tidak akan mudah tertata kembali dalam waktu yang singkat.
Selamat Desember, semoga hati ini tetap cantik dan anggun, meski berulang kali ada saja yang mematahkan. Bahkan ketika aku pernah berpikir, kau tak sekejam itu, ternyata dugaanku salah. Sayatanmu masih berbekas di sini. Tidak pernah tertutupi, justru semakin basah dan perih. Tapi, aku bukan pendendam untuk mencoba melukai manusia lain seperti halnya dirimu. Sebuah Desember selalu mengingatkanku bahwa tiada luka yang pantas dibayar dengan luka, tapi tutupilah dengan segera agar lukamu tak terinfeksi. Itu saja.
Catatan Edelweis, 07 Desember 2016.
0 komentar:
Posting Komentar