
Apa yang membuatku bertahan hidup hingga detik ini? Jawabannya hanya ada dua, yang pertama adalah karena keluarga. Hidup di tanah rantau itu banyak cobaannya. Jangan dipikir hidup jauh dengan keluarga itu bisa bebas senaknya. Tidak, sama sekali tidak. Bahkan aku selalu berpikir hidup di sini rasanya begitu mudah ingin menyerah saat masa-masa tersulit hampir mustahil kulalui. Alasan apalagi yang paling kuat bertahan kecuali senyum bahagia keluarga yang sampai hari ini tetap kuperjuangkan. Aku dituntut untuk melakukan segalanya sendiri, bahkan tidak jarang aku selalu mengatakan semuanya baik-baik saja, hanya untuk memastikan mereka tidak lagi direpotkan oleh gadis sulung mereka yang ternyata masih tidak lebih dewasa dari usianya, masih butuh uluran tangan mereka untuk membangkitkanku kembali dari keterjerembaban hidup. Yah sebagai anak gadis tertua aku tidak memiliki alasan untuk terus menerus butuh tangan mereka yang mengawasiku.
Alasan kedua yang membuatku tetap bertahan tentu saja karena Tuhan masih memberiku kekuatan seribu kali lipat lebih banyak dari sebuah keinginan menyerah. Ketika aku berani memulai sesuatu, maka aku harus berani bertahan hingga selesai, sebagaimana aku berani memulai hidup sejak di dalam kandungan maka dengan cara apa pun aku ingin berjuang dan bertahan dengan sesuatu yang kumulai itu, hingga hari ini usiaku yang semakin memendek dipotong masa. Tuhan itu maha kuat, begitu yang sering kudengar. Maka ketika segalanya seakan mustahil kulakukan, kuselesaikan dengan batas usaha seorang manusia. Satu-satunya cara adalah menemui sang Maha kuat. Meminta kekuatan berlapis-lapis agar gadis mungil yang cengeng ini tak mudah tumbang dan putus asa. Mungkin hanya itu alasan kenapa aku bertahan hidup hingga detik ini, karena Tuhan masih menyayangiku.
Eva Edelweis, Yogyakarta 20 Maret 2017
0 komentar:
Posting Komentar