Dihari ketiga, kampus fiksi memberikan tantangan untuk menjawab satu pertanyaan. Seandainya kita punya anak, lalu anak kita tidak sesuai seperti yang kita inginkan, bagaimanakah perasaan kita?
Terlebih dahulu aku katakan sebelumnya bahwa aku masih berstatus sebagai santri, jadi belum punya suami apalagi punya anak, namun dengan segenap ketulusan aku akan tetap menjawab tantangan pertanyaan yang diminta oleh kampus fiksi. Menurutku, kunci kehidupan itu cuma ada dua, antara syukur dan sabar. Udah itu saja. Banyak hal yang kadangkala rentetan perjalanan hidup kita tidak sesuai ekspektasi. Kecewa, kesal mungkin bahkan kamu akan mengatakan bahwa hidup itu tidak adil. Yah, hidup itu kadang seperti itu. Tapi kembali pada dua kunci kehidupan yang kusebutkan tadi, in sya allah hidup akan terasa menyenangkan, damai, tenteram.
Seorang anak adalah amanah besar yang Allah titipkan kepada orang tuanya. Anak itu lahir dengan segala ketidak tahuannya, putih polos seperti kertas putih tak bernoda. Lalu ia tumbuh semakin besar, semakin hari berkembang juga segala pengetahuannya. Sikap dan kepribadiannya mulai terbentuk. Ia bukan lagi seperti kertas putih tak bernoda namun penuh warna-warni. Persoalannya adalah, warna-warni itu berasal dari tinta kita, lingkungan kita, dan segala hal yang ada di sekitarnya. Maka pastikan bahwa kita memberikan warna-warna yang bagus, dalam artian kita mendidiknya dengan benar.
Jika aku punya anak yang tidak seperti yang kuinginkan bagaimana perasaanku? Misalnya dalam bakat nih yah, setiap anak memiliki bakat dan talenta yang berbeda dari anak yang lainnya. Bisa jadi sebagai orang tua kita memiliki keinginan yang berbeda dari keinginan anak, maka tidak lantas anak harus mengikuti kemauanku. Sekali lagi, aku katakan bahwa setiap anak memiliki bakat dan talenta yang berbeda, maka alangkah baiknya jika sebagai orang tua aku hanya perlu mengembangkan dan membimbing talenta yang ia miliki. Hal lain misalnya dalam akhlak anak, aku sebagai orang tua tentu saja akan mendidiknya dengan akhlak yang baik. Jika misalkan ada suatu kesalahan yang ia lakukan tidak sesuai dengan yang kuajarkan, tidak lantas aku akan marah, barangkali memang ada yang keliru denganku sendiri sebagai ibu. Kembali pada kunci kehidupan yang kusebutkan tadi, mungkin aku hanya perlu bersabar membimbingnya lagi jika ada sesuatu yang salah. Namun jika yang terjadi justru lebih baik dari yang kita harapkan maka jangan lantas sombong dan percaya diri bahwa kita sukses karena usaha kita, namun bersyukurlah bahwa harapan kita, dan anak kita sejalan searah seperti yang kita inginkan.
Eva Edelweis, Yogyakarta 17 Maret 2017
0 komentar:
Posting Komentar