Rinduku di malam rabu.

Kadang, rindu memang benar-benar menyebalkan. Ketika dia tak kenal waktu mengusik  pikiranku. Ah sudahlah, rindu itu memang pantas dinikmati sendiri tanpa harus beradu pada tuannya. Rindu yang terpupuk setiap hari. Andai saja setiap kali rindu, aku menangis, maka barangkali aku tenggelam dalam air mataku sendiri. Andai saja setiap kali rindu dihargai uang satu sen saja, maka mungkin aku menjadi wanita yang kaya raya. Tapi rinduku tetap saja milikku, tak pernah sampai hingga ke pintu hatimu. Rinduku tetap saja menggumpal di sini, mengental oleh hawa dingin yang kau bawa. Rinduku tetap saja tak pernah mampu mengetuk hati dan pikiranmu. Lalu, pernah suatu kali aku berniat untuk membenci, menenggelamkan segala rindu yang bermuara padamu. Tapi berkali-kali aku gagal melakukannya, yang terjadi adalah hati yang semakin rindu berlipat-lipat. Selamat merindu tanpa imbalan, selamat merindu tanpa balasan. Semoga hati ini tetap terjaga untuk tidak mendua. Suatu saat ketika aku mulai menghilang, maka jangan pernah mengatakan bahwa rindu ini habis terkikis masa.  Rindu ini tetap ada, kekal di dada. Tapi aku memilih untuk menyerah saja, tersebab rasa sakit luar biasa... Biarkan rinduku menghilang dengan sendirinya, seiring waktu mengajarkanku untuk melepaskan, walau rindu itu berat untuk ditinggalkan.  Rinduku di malam rabu benar-benar sampai pada puncaknya, tapi ia tetap saja tak menemukan tuannya....

*Tulisan ini hanyalah potongan-potongan personal message di BBM Eva Edelweis.

Catatan Eva Edelweis, Yogyakarta 03 Januari 2017.
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar