Kadang ketika aku jenuh dengan rutinitas harianku, letih menghadapi berbagai masalah yang menyerangku, aku ingin sekali kembali menjadi kanak-kanak yang menggemaskan. Riang berlarian kesana kemari, bermain sepuas hati. Menangis ketika dijaili teman sendiri, lalu pada detik kesekian kembali tertawa riang.... Sesederhana itu kehidupan anak-anak. Semenyenangkan itu hidup mereka. Tidak ada yang marah-marah ketika berulah, tidak ada yang berani memaksakan kehendak pada anak-anak, segala maunya dituruti. Aku kadang berpikir untuk menjelma menjadi mereka, membelah diri menjadi beberapa bagian, salah satunya menjadi anak-anak bebas dosa. Aku menyukai mereka begitupun dengan dunianya. Aku suka sekali menjahili, mencubiti,bikin nangis, mencoel-coel pipi mereka... Hahahaha mereka itu menggemaskan. Saat kesepian mulai melanda, seringkali aku rindu pulang. Di sana, di rumahku, adalah taman bermain para balita. Bayi-bayi lucu wangi minyak telon dengan muka penuh bedak, berkumpul di musholla rumah. Mereka main petak umpet, berkejaran sambil lalu belajar bacaan-bacaan shalat. Ada yang masih terbata-bata dengan kalimat syahadat nya, ada yang sudah lancar melafalkan niat shalat, ada  pula yang hanya terdiam menyimak bule'ku yang telaten mengajarinya. Bagian pengenalan huruf Hijaiyah, aku yang seringkali menggantikan ayahku untuk mengajarinya. Kegiatan itu hanya bisa kukenang hari ini, ketika aku jenuh dengan segalanya. Dunia anak-anak adalah hiburan tersendiri bagiku.

Suatu kali di lokasi KKN, kegiatan TPAnya benar-benar macet total ketika tidak ada mahasiswa KKN. Kesulitan yang kami hadapi, adalah tidak adanya SDM sebagai usaha regenerasi setelah berakhirnya KKN. Karena guru yang dulu pernah menghidupkan TPA adalah para pemuda yang belum berkeluarga. Namun, di sana begitu sulit menemukan pemuda single, yang mau meluangkan waktunya untuk anak-anak.  Padahal, anak-anak kecil seusia adek bungsuku begitu banyak.... Tapi, mereka harus menempuh perjalanan ke dusun sebelah yang waktu tempuhnya sekitar 20 menitan dari dusun kami. Tapi, mereka hebat. Mau sejauh apapun, mereka masih punya keinginan yang kuat dan semangat untuk belajar. Kehadiran kami benar-benar menguntungkan, mereka tak lagi harus hijrah ke dusun sebelah untuk belajar mengaji. Kami yang membimbingnya. Ada satu anak spesial diantara mereka, tapi aku lupa namanya.... Sosoknya sangat mencolok, balita paling mungil kira-kira usia 4 tahunan. Kulitnya yang hitam manis, mirip bule Amerika latin kata teman-temanku... Dia hanya mau ditemani ngaji olehku, bukan dengan temanku yang lain. Dia rela berdesakan mengantri untuk belajar bersamaku. Gadis yang paling suka kupeluk, dan kugendong kemana-mana karena dia mirip boneka Susan. Rumahnya yang paling jauh, membuatku harus mengantarnya pulang setiap kali abis TPA. Aku kok kangen dia.... apa kabarnya yah si mungil itu? Masih banyak anak-anak lain yang kita temani belajar... Mereka nakal, tapi menyenangkan. Setiap abis isya, mereka berduyun-duyun mengunjungi rumah pak RT yang kebetulan juga kami tinggal di sana. Setiap dari mereka mulai memilih satu-persatu untuk menemani mereka menyelesaikan PR sekolah. Rumah kami rame, suara anak-anak hanya tenggelam pada saat mereka berada di sekolah.

Duniaku benar-benar tidak bisa terlepas dari dunia anak-anak. Ramadlan tahun ini, aku ikut serta menjadi relawan dai hijrah mahasiswa di kampung-kampung. Kebetulan, desa tempat tinggalku berpenduduk 70% Muslim dan 30% non muslim. Masyarakatnya pun benar-benar awam soal agama. Kadang aku bingung dengan mereka yang suka ngomong ceplas-ceplos begini begitu soal agama, berani mengkafirkan saudaranya yang muslim hanya soal larangan ucapan selamat Natal, berani membid'ah-bid'ahkan perkara yang katanya tidak sesuai tuntunan Rasulullah semacam perayaan maulid Nabi di bulan Rabiul awal, dan masih banyak lagi orang-orang menyerukan tentang agama. Bersikap seolah-olah hanya keyakinannyalah yang paling benar. Mereka tidak peduli bahwa di sudut-sudut negara bermayoritas muslim ini masih banyak yang lupa kewajiban shalat lima waktu. Bahkan, mereka mungkin tidak tahu tata cara shalat yang benar, atau bahkan hanya sekedar status Islam KTP. Mereka tidak peduli itu untuk berdakwah dengan cara yang ramah, bukan ngotot-ngototan di media sosial.. percuma. Berkoar-koar nulis status macam ulama, tapi tidak peduli bahwa masih banyak masyarakat kita tak terjangkau oleh tangan-tangan lembut Kuta untuk diajak menjalankan kewajiban kita pada Tuhan.  Sesederhana kita mengajak mereka shalat misalnya..Ahh, aku sudah lepas kendali bicara soal masyarakat. Ayo kembali pada dunia anak-anak. Mereka, masyarakat yang memang minim pengetahuan, lantas menyerahkan anak-anak mereka pada seorang guru. Terutama tentang agama. Jangankan mereka sempat mengajari mereka membaca Al-Quran, bahkan mereka sendiri, syukur-syukur mereka sempat untuk menyuruh mereka berhenti main lalu ke masjid untuk belajar bersama. Mayoritas dari mereka sudah berusia di atas 8 tahun. Tapi, mirisnya mereka belum bisa mengeja huruf Hijaiyah dengan sempurna. Sempat aku menangis dengan kondisi yang seperti ini, aku merasa bersalah kenapa baru kali ini aku merelakan diri terjun dan tinggal dengan masyarakat pada saat aku hampir lulus studi? Kenapa tidak mulai tahun pertama aku meluangkan waktu untuk melirik mereka? Setidaknya, aku tidak hanya menuh-menuhin wilayah jogja, apalagi cuma numpang makan, ngeruk ilmu sekuat tenaga... Aku ingin mengabdi pada mereka sebagai rasa terimakasih telah diijinkan mengeruk ilmu di sana.Namun, mungkin itu semacam takdir Tuhan yang menamparku untuk tidak mudah merasa diriku paham agama dengan sempurna. Takdir Tuhan mencubitku sedikit bergerak mengulurkan tangan untuk berbagi dengan mereka...Tidak terlena mengejar bahagia di dunia tapi peringatan pada diri sendiri bahwa aku bersekolah tinggi untuk mengabdi, bukan memperkaya diri.

Ah ya, inspirasi menulis malam ini benar-benar tak terkendali. Aku kan mau ngomongin anak-anak tapi kok pindah haluan ngomongin sosial masyarakat.... Lain kali kulanjutin kalau ada inspirasi lagi... Oke, back to the topic. Di desa yang kuringgali, ada beragam jenis anak-anak... Beserta kenakalannya. Salah satunya yang masih kuingat adalah Fathan. Lelaki mungil berusia 5 tahun dan baru masuk TK A. Dia itu kalau sedang semangat ngaji, tapi capek ngantri langsung bergelayut di pundakku. Untungnya dia masih bayi di mataku, jadi woles saja mah.... Keliatan dari cara duduknya yang rapi tanpa tolah-toleh dia anak yang paling bersemangat dan menggemaskan. Sayangnya dia nakal pake banget. Pernah suatu kali, aku berjalan melewati kawanan si Fathan menuju masjid, tau-tau bunyi ledakan kecil mengagetkanku. Ya ampun, dia sedang membakar petasan tepat di hadapanku. Ketawanya yang khas, membuatku langsung mengenali Fathan dari balik kegelapan. Selain Fathan ada Dewi, gadis paling mungil berusia 3 tahun yang lebih lucu... Hal yang tidak luput dari dia adalah jilbab mungil yang punya telinga tidak pernah ia lepas sepanjang mataku menemukan sosoknya. Suaranya lembut banget nyaris tak terdengar oleh siapapun ketika dia bicara, ditambah lagi keributan anak-anak lain yang mengguncang suasana... Setiap kali aku melihat mata beningnya, ada rindu pada si gadis bule Amerika di lokasi KKN. Mereka mirip sekali. Raut wajahnya, muka bulatnya, warna kulitnya, benar-benar mirip. Dia juga hanya mau dibimbing ngaji denganku saja. Duduk manis, anteng mengantri di sebelahku. Kadang pula dia berada di pangkuanku. Tapi sayangnya dia tidak suka digendong, lebih senang berkejaran dengan anak-anak yang lain.... Tidak hanya tentang belajar mengajar, kami dituntut juga untuk belajar memahami lapisan masyarakat kecil dalam tata cara hidup santun dengan saudara yang tak seiman. Tidak ada saling menghujat antar kepala seperti halnya yang dilakukan oleh mereka masyarakat di dunia Maya. Mereka hidup satu desa dengan berbekal toleransi yang nyata. Dan aku menuliskan cerita anak-anak ini, masyarakat dari berbagai desa, karena aku kangen mereka. Suatu saat, aku pernah mendaftar jadi relawan Indonesia Mengajar. Tapi pada tahap kedua, Eva batu sadar ternyata  mensyaratkan lulus kuliah. Hahaha pada saat itu, Eva masih duduk di semester 5. Centil banget kan?  😁 Tapi, Eva berharap bisa menjadi salah satu bagian dari mereka di lain kesempatan.

*Semacam tulisan pereda ngantuk.
Katanya aku ini begini, harus begini.... Well, kalau aku tidak begitu dia jadi marah. Aku sih bingung dengan muka jelimet dia yang lebih ngeri dari angka. Kok dia seringkali marah, seringkali ngedumel sendiri karena aku yang tidak mau mengikuti maunya. Ini kan kebebasan. Aku boleh jadi diriku sendiri, tidak harus seperti yang kau mau. Huufft tidak tau ya rasanya memendam perasaan? Aku sering kok tidak sepakat denganmu, sering kesel dengan kamu, tapi tidak lantas marah-marah seenaknya dengan ngotot kayak gitu.... Aku cuma ngaca pada diriku sendiri, bahwa aku tak suka dimarahin, tak suka diatur, tak suka orang lain ikut campur. Kamu harusnya paham dong, kalau kamu lagi ngeselin itu, mukaku udah kayak nenek Lampir mau nyakar kamu, Jambak rambutmu, jitak kepalamu pokoknya aku puas melampiaskan kemarahanku. Tapi tidak pernah kulakukan semacam itu. Aku memilih diam dan menepi dari jangkauanmu. Aku memilih hati yang damai agar tak terbersit membencimu. Aku memilih diam untuk mencipta damai sejahtera dalam batinku. Kamu suka bilang begini padaku "Va, kamu kok tahan sih seharian ini ga ngomong sama sekali denganku, padahal dari tadi ada aku di sini." Tak taukah kamu, di saat-saat seperti itu aku sedang meredam marah luar biasa denganmu. Kamu yang menjengkelkan, bicaramu yang tajam, menusuk-nusuk hingga hati yang paling dasar... Tidak sadarkah kamu untuk mengubah dirimu sendiri sebelum kau mendikteku dengan banyak hal, mengomentari kebisuanku, membicarakan kekonyolanku, mentertawakan hal-hal yang menurutmu ga penting. Heii, bahagia menurutku itu sederhana, kita bisa menciptakannya. Tidak mesti terlihat bahagia di mata orang lain, pamer begini-begitu di depan khalayak ramai, tidak.. aku tak seperti itu. Aku hidup dalam duniaku, imajinasiku, dan kau tidak berhak mengomentari sinis apalagi marah-marah dengan segala hal yang kulakukan tapi kau tidak menyukainya. Ini kan ranahku, kamu sadari itu. Aku menulis ini sebagai diary tulisan yg paling menyebalkan. Aku marah dalam tulisan ini hanya sebagai rasa kesal sesaat yang akan segera menghapus kemarahan yang membatin selama beberapa bulan terakhir ini. Aku juga manusia, berhak marah pada hal-hal yang tak ku sepakati, bukan cuma penikmat kemarahan orang lain. Tenang saja, ketika marahku mereda, aku akan menghapus tulisan ini dengan segera.

Rasa kehilangan itu bukan lagi hal yang mengagetkan. Separuh kesadaran ku hilang. Kosong. linglung. Apalah rasa cinta yang sehambar ini? Pada sebuah fase dimana kerinduan ku benar-benar membuncah, ingin sekali menjumpainya memeluk erat tak kan ku lepas... Tapi, dia sudah pergi menemui Tuhan yang jauh lebih merindukannya. Terakhir kali aku menemuinya tepat bulan lalu, menciuminya tiada henti. Namun rasa sakit luar biasa menggerayangi seluruh tubuhku. Dia sudah tidak mengenaliku lagi. Bahkan sekedar memanggil namaku saja tidak. Ciuman terakhir yang tak pernah terlupakan. Aku pergi meninggalkannya, lalu ia pun pergi meninggalkanku. 
Sesosok wanita paling tangguh dalam hidupku. Aku masih ingat bagaimana dulu dia masih selalu sanggup membangunkanku waktu subuh, bahkan menyiapkan makanan sahurku untuk puasa Senin kamis sampai tiada lelah yg kulihat ketika dia tetap semangat sambil tersenyum menyiapkan buka puasa. Aku masih ingat tentang Kehangatan pelukannya, ciumannya, kelembutan bicaranya, ahh aku rindu masa-masa itu. Dimana aku seringkali bertingkah terlalu liar tanpa pernah menyadari, orang itu hanya menemaniku 21 tahun saja. Tuhan, bukan aku tidak rela... Tapi sungguh, kehilangannya membuatku semakin tak bernafsu saja untuk hidup lebih lama lagi. Tidak tahukah bahwa tiada orang yang sesayang itu padaku? Tidak ada, bahkan semua orang iri denganku. Kau menyayangiku lebih dari yang lain. Aku berbeda, katamu waktu itu. Ya, aku berbeda dari yang lain. Ibuku tak sesayang ini padaku. Hanya wanita inilah yang tiap hari mencurahkan kasihnya sedemikian rupa padaku. Orang-orang pun hanya berani memarahi kenakalanku, hanya wanita inilah yang sering kali memelukku saat tiada satupun yang memahami keinginanku. Kami bicara dari hati ke hati, hingga terlelap dalam buaian mimpi. Dia hanyalah ibu dari ibuku. Tapi segalanya bagiku.... Tahun 2016 adalah tahun kesedihan bagiku. Ditinggalkan orang-orang yang penting, orang-orang yang punya hati melebihi hati seorang ibu. Tapi, satu hal yang aku yakini jejak mereka masih di sini, kekal, membekas dalam relung hati. Semoga Tuhan memberkahi, detik-detik jalan yang akan kulalui. Tanpa mereka, orang-orang pilihan Tuhan yang hanya sebentar menemaniku mengajarkanku bahwa dunia ini akan damai dengan kasih sayang. Bukan kemarahan, kebencian, dan dendam yang kau tanam. Akan ada benih-benih lain, pengganti orang yang meninggalkanmu sekalipun dia mungkin bukan siapa-siapa di bagian hidupmu. Semoga Allah tetap menjagamu sebagaimana kau menjagaku, semoga Allah selalu memelukmu sebagaimana kau memelukku, semoga Allah menyayangimu lebih dari apapun sebagaimana kau menyayangiku tanpa batas. Kehilanganmu puncak segalanya. Selamat tinggal Nek. Hari ini aku punya satu pertanyaan yang membingungkan, esok kalau aku pulang ke rumah, pada siapa aku memulangkan rindu? Pada siapa aku akan bercerita bahwa aku masih cucumu yang penuh ambisi jadi siswa terbaik? Pada siapa akan ku pulangkan rasa lelah yang menggantung dalam diriku? Pada siapa aku hendak memeluk jika tak satupun orang yang Sudi mendengarkan keinginan hatiku? Pada siapa lagi??  Jika aku kehilangan arah, kehilangan kesabaran, dan hanya keegoisan yang tetap menyala, biarkanlah aku segera menemuimu di sana. Membayar rindu berkepanjangan tanpa lagi kebanjiran air mata. Pertemuan paling membahagiakan antara kau dan aku di surga. Selamat hari ibu, Nek. Kehilanganmu adalah mimpi buruk paling nyata dari sekian kerisauan paling memilukan. 

Kadang hujan mengingatkanku akan kesedihan yang mendalam. Setetes hujan sejuta ingatan. Menenggelamkanku dalam larutan kepiluan. Ah, Tuhan.... Tolong jangan kau hadirkan lagi seseorang yang mencoba mengaduk-aduk hatiku yang sedang kacau.
Aku lelah ditinggalkan... Aku pun letih melupakan. Orang-orang datang pergi semaunya, tidak peduli ia sedang meninggalkan luka lebam di sini.. mencoba masuk tuk mengisi ruang-ruang kosong di hati. Memilin-milin perasaan, mengacaukan pikiran lalu pergi meninggalkan harapan. Ah, kau ini... Rupanya ingin main-main denganku. Bukankah sudah kukatakan berulang kali jangan menghilang untuk dicari.
Kalau kau hanya singgah, tolong pergi jauh karena hati bukan halte semacam tempat persinggahan. Kalau kau ingin tinggal, menetaplah tanpa keraguan akan menyesal. Aku pernah menanyakan berulang kali tentang kesungguhan, bukan karena meyakini kau sedang berdusta tapi memastikan jawabanmu tak pernah berubah meski beribu kali kutanyakan ulang.
*Semacam tulisan pereda hujan


Edelweis, Yogyakarta19 Desember 2016

Kadang, kita perlu menepi dari keramaian. Bukan karena anti sosial, tapi kita perlu meluangkan waktu berbincang dengan diri kita sendiri.
Kadang, kita harus bersedekap dengan kesunyian, untuk menyembuhkan kesedihan yang mendalam. Mencoba berdiri di atas sayatan-sayatan luka yang tertinggal.
Terhadap malam, aku tersenyum. Membentuk segaris harapan di tengah-tengah lelapnya orang-orang. Kutuang air mata cinta penuh permohonan untuk kuhidangkan di jamuan antara perjumpaanku dengan Tuhan. Tiada kepalsuan dan dusta yang mencampurinya, hanyalah air mata murni yang berasal dari Curug mata seorang hawa. Penuh keresahan, kegelisahan, perseteruan antara hati dan pikiran.
Kukatakan inilah sebuah cerita paling usang. Tentang perempuan berkalung rindu, berkepala pedang. Tajam dan mengerikan. Ya, dia ini cukup mengerikan. Keliatannya diam, namun ternyata sosok singa hidup dalam dirinya. Terlintas sekilas tentang dia takdzim pada aturan-aturan masyarakat sekitarnya. Pakaian sederhana motif bunga hitam putih dilengkapi corak garis belang-belang pada pinggiran jilbabnya yang juga lengkap dengan sarung motif batik kesayangannya. Dia hanya seorang santri biasa. Ada orang yang menyebutnya sebagai perempuan berkalung rindu, tersebab hari-hari nya penuh kesenduan tentang rindu pada orang-orang yang pernah meninggalkannya. Menangis sepanjang malam tiada henti tanpa peduli bahwa hidup terus berjalan meninggalkannya. Sosok singa yang hidup dalam dirinya, kaku dan layu tak berdaya melawan takdir pahit yang sedang ia telan. Menekuri setiap peristiwa yang pernah ia lalui, bahkan kadang ia lupa diri tubuhnya mulai ringkih tak sesegar wanita seusianya. Hidupnya yang terlalu rumit, kadang membuatnya begitu mudah terserang sakit. Tentang perempuan yang ku ceritakan ini, pernah tertulis dalam lembaran lusuh sebuah kisah nyata yang pernah kubaca di ruang tamu. Entahlah, gimana ending ceritanya tersebab air mataku mulai merembes tiap kali aku membaca kisahnya, padahal belum sampai di akhir cerita. Aku pun merasa perempuan itu adalah aku, membayangkan beberapa kepiluan yang ia sembunyikan seorang diri, betapa mengerikan cerita tentangnya. Kisah dia yang tak pernah selesai kubaca karena ketidaksanggupanku memasuki jalan hidupnya, mencoba menggapai mungkinkah kutemukan mutiara hikmah di balik semuanya. Tentang kesabaran tiada batas, ketulusan, kesetiaan, kesederhanaan dan keangkuhannya. Mungkin lain kali aku harus melanjutkan kisah ini padamu agar sepotong cerita yang hanya sekilas ini menjadi mudah kau pahami, bahwa terkadang tulisan seseorang mewakili pesan-pesan hati dari penulisnya.

Edelweis, Yogyakarta 18 Desember 2016
Sudah lama kita tidak jumpa, apa kabarmu di sana? Tak maukah kau berbagi kabar denganku? 
Sudah lama kita tak saling sapa, sama-sama sibuk dengan pekerjaan masing-masing. sibuk dengan perasaan masing-masing... Hingga mungkin kau lupa, bahwa kita pernah memiliki perasaan yang sama. 

Aku masih ingat bagaimana kita menikmati pagi duduk berdua diantara keramaian kota hingga petang menyapa. Asyik bukan? yah, tentu saja... tapi kapan kita akan punya peluang menghabiskan waktu bersama lagi meski hanya sekedar menikmati secangkir kopi tubruk racikanku di antara pahitnya kisah kita? Menyeruput kopi bersama hidangan sepotong roti yang kau bawa dari seberang kota. Sudah lama kita tak menikmatinya bersama, duduk berdua berbagi apapun yang kau suka dan kusuka. 

Berbahagialah, dengan hidupmu yang baru bersama orang yang mencintaimu. Jangan lagi mengingat dan mengenang masa lalu. Rasa pilu yang kau tinggalkan, akan sembuh dengan sendirinya. Berbahagialah, tanpa harus melibatkanku lagi dalam hal apapun. Kita bukan lagi sesiapa hari ini, maka jangan lagi sekali-kali kau mencoba datang mengingatkanku pada rasa sakit yang pernah kau cipta. 

Selamat datang di kehidupan yang baru, begitupun aku. Lembaran kisah di masa lalu telah kusimpan rapi di antara banyak lukisan luka yang pernah kupiara, tergantikan oleh kisah hidup baru yang tentu membahagiakan. Kau tak usah lagi khawatir bagaimana aku yang gabut ketika satu hari saja kau menghilang tak memberi kabar sedikitpun. Karena kita hari ini adalah sama-sama orang asing yang pernah datang di masa silam. Berbahagialah kita dengan hidup kita masing-masing, terimakasih pernah memberi warna di antara sekian hari yang Tuhan karuniakan untukku mengecap sebuah kenangan dan proses bangkit dari kepiluan. 

Catatan Edelweis, Yogyakarta 11 Desember 2016
Suatu sore, ketika tangisku pecah di hadapan seseorang. Belum pernah aku menangis sekencang ini. Tapi hari itu aku benar-benar tidak kuasa menahan air mata yang nyaris bocor sedari pagi. Berbicara tanpa pamit, sesenggukan seorang diri tanpa pernah aku berharap seseorang akan mengerti apa yang sedang aku rasakan. Seperti biasa, aku seolah berbicara pada tembok yang tak henti-hentinya menampung piluku di sini. Siapa lagi yang peduli? Tidak ada. Yah, tidak ada. Kecuali seorang perempuan dengan jilbab lebarnya yang ada tepat di hadapanku hanya menyimak dan sesekali membiarkanku untuk tetap tenang. Tanpa sadar, aku terlelap di kursi customer hingga jam pulang memaksaku untuk bangun. Dia tersenyum, manis sekali. Tenang, kalem, begitulah dia setiap hari. Harusnya aku kerja di sini, benar-benar mengabdikan seluruh tenaga dan waktuku untuk kampusku, tapi keadaan yang buruk telah membuatku lupa diri hingga terlelap walau sejenak dan dia, yah dia membiarkanku terlelap di depannya tanpa membangunkanku dengan muka menjengkelkan tersebab aku tertidur di jam kerja. Ah, betapa kurang ajarnya aku ini. Setelah beberapa saat aku terbangun, dia bilang kalau aku tertidur seperti anak kecil yang butuh pelukan seorang ibu. Aku menulis ini hanya sebagai rasa syukurku pada Tuhan mempertemukanku dengannya. Seorang sahabat yang dulu selalu menjadi tempatku berbagi, yang kini telah pergi tergantikan oleh kehadirannya. Seorang perempuan yang begitu kalem dan anggun, partner kerja, sahabat sekaligus kakak perempuanku di tanah perantauan.

#catatan Eva edelweis, Yogyakarta 22 November 2016
Ketika waktu mengajariku untuk segera menepi dari kebrutalan rindu..
Menolak segala alasan dari sebuah perjumpaan. Bukan, bukan aku tidak rindu. Tapi aku ingin tahu betul apakah hati ini sanggup kutusuk berkali-kali untuk puasa dari menjumpaimu? Sekuat apakah hati ini jika kutekan sedemikian rupa tatkala rindu mulai memburu?
Seseorang pernah mengataiku dengan lugas, bahwa hati yang biru sebab rindu tapi ia kuat menahannya, maka dimana lagi letak sebuah perasaan paling mengkhawatirkan dibandingkan menunggu sebuah pertemuan? Tapi, sekali lagi kukatakan bukan aku diam membisu, sesekali menarik napas yang mulai megap-megap ketika jantung hendak meloncat dari tempatnya saat kau mulai kejam menari-nari tersenyum lepas di sepanjang mimpiku.... memanggilku layaknya orang bertawaf dengan seluruh rapalan doa. Tidak tahukah bahwa namamu cukup kubisikkan saja pada Tuhan, bahwa hanya kamu saja yang kuinginkan? Biarlah, mau sepanjang apapun jarak memisahkan, waktu akan mengembalikan kita pada satu titik terang di jalan yang sama: perjumpaan paling dinantikan menuju sebuah ritual kehalalan. 



Edelweis, Yogyakarta 11 Desember 2016


      Eva mengucapkan selamat memperingati Hari Hak Asasi Manusia yang ditetapkan pada tanggal 10 Desember ^_^  Barangkali aku menuliskannya di sini untuk merayakan secara pribadi dan semacam do'a yang kurapal pada Tuhan. 
      Siapapun yang baca, semoga kalian turut mengaminkan doaku. Sebatas do'a untuk hati yang sedang lelah, diri yang lemah, dan sepotong harapan yang masih kubisikkan tanpa henti. Semoga Tuhanpun tidak lelah mendengarkanku....
      Ketika Suriah, Aleppo, Palestina, dan negara-negara lain tertindas oleh ketidakadilan manusia, mereka yang berhak hidup di atas tanah lahir mereka sendiri, mereka yang terenggut seluruh haknya kecuali hak mengadukan diri pada Tuhan.... di sini akupun ingin meminta hak asasi hidup atas diriku sendiri. Aku ingin "hak" ku tak direnggut siapapun termasuk oleh mereka yang kusebut keluarga. Aku ingin bebas berekspresi menjadi diriku sendiri tanpa ada semacam rasa takut berkepanjangan. Aku ingin bebas melangkah mengikuti mau kaki kemanapaun ingin berpijak, bahkan ketika aku harus terlepas dari "jangkauan" tanggung jawab mereka. Aku ingin berjalan seorang diri tanpa seorangpun menguntitku bahkan jikalau ada pembegal sekalipun... Aku ingin bebas menentukan kemana harus kubawa tubuh ringkih ini pada satu tujuan.... terakhir, Aku juga ingin bebas mengambil keputusan dalam memilih pasangan... Aku ingin, aku ingin.... yah sebatas aku ingin.... yang kuharap satu bulan kedepan dan selanjutnya segala ingin tidak lagi menjelma sebuah "ingin".
      Kau barangkali akan berbicara denganku sepanjang artikel 2000 kata dalam waktu yang tak kurang dari 1 jam untuk sekedar ngoceh di depanku, kenapa semua yang kukatakan hanya ingin? yah, kenapa tidak kau bicarakan pada objek utama yang akan siap menerima semua kegundahanmu? semacam teman atau keluarga, atau siapapaun yang kau rasa telah merenggut "hak"mu itu?  Kau barangkali mungkin akan memberiku segenap nasihat baik yang super bijak untukku, hanya untuk melunasi banyak "ingin" yang kuinginkan. Kau mungkin sudah akan memberiku seribu wejangan, atau bahkan mengataiku "ALAY" menuliskan hal yang tidak penting semacam ini di blog pribadi yang bisa dibaca oleh banyak orang hanya untuk mencari perhatian dan berbagi banyak kegalauan. Kau boleh memilih menjadi salah satu dari yang kutulis ini... asal kalau ketemu aku jangan ngamuk-ngamuk apalagi minta dijajanin meski hanya di kantin, karena aku sedang belum ada duit ...
      Terkadang orang lain hanya mampu mengomentari begitu saja, padahal tidak tahu apa-apa.. bahkan tidak tahu "lapangan hidup" kita seperti apa... Maka di sini kalian kusarankan untuk mengamini saja semua "ingin" yang kunginkan tadi, tidak usah mengutuki apalagi mentertawakan. Gampang, mudah, mungkin begitu pikir kalian membaca beberapa pintaku tadi, tapi lagi-lagi harus kuingatkan kadang kita tidak boleh begitu saja mengomentari hidup orang lain, karena medan hidup yang aku dan kalian jalani tentu tidak sama meski dalam suasana problem yang sama. 
      Aku ingin Hak Asasi Manusia itu tak hanya berlaku untuk negara-negara yang terjajah, tapi berlaku juga untukku. Apalagi mengingat usiaku yang sudah berlabuh di angka ke-21 bukankah itu usia yang cukup jauh untuk mulai belajar menemukan jati diri sendiri? Bukankah angka itu cukup tua untuk tidak melulu mengiyakan hal-hal yang sebenarnya tidak ia sepakati? Bukankah angka itu cukup kuat sebagai alasan bahwa kau berhak menyuarakan isi hati pada orang lain tanpa harus merasa ketakutan akan mengecewakan, dibenci, atau bahkan disingkirkan? Bukankah angka itu cukup ganjil untuk seseorang masih harus merengek sana-sini karena urusan sepele, sesepele "malakin" duit orang tua tiap bulan? Bukankah angka itu  sudah cukup mewakili kedewasaan seseorang untuk dilepaskan dalam memilih segala keputusan dalam hidupnya? Bahkan termasuk memilih pasanganpun... Yah, tapi nyatanya angka 21 hanya sekedar angka kosong di mataku. Tak ada artinya karena aku masih di sini, berkutat seorang diri di salah satu kamar asrama, mematut diri di depan cermin seraya berkata "sudahkah saya berhasil menjadi manusia yang merdeka tanpa penjajahan oleh siapapun dalam bentuk apapun?" Terlalu pengecut untuk berani mengungkap segala macam rasa yang bercampur, mengental dalam pikiran selama beberapa bulan terakhir ini, yang ujung-ujungnya berakhir pada rembesan air mata dimana-mana. Tak peduli lagi di jalan raya, atau sedang sibuk bekerja, tetap saja jika sudah merasa mual dengan perasaan tak enak yang sudah lama mendiami pikiran selalu berakhir dalam bentuk tangisan. Kupikir aku ini mengerikan, jika sudah menangis seperti ini. Kebanjiran tentu saja... tak tau diri untuk sekedar menutup segala keresahan di tempat yang banyak orang berseliweran, tidak tahan untuk sekedar menangis kencang di balik tindihan selimut yang menghangatkan.... arrgghhh... dalam keadaan seperti ini aku  kadang memang kehilangan rasa malu...
      Aku menuliskan ini bukan untuk berbagi kegalauan apalagi berlaku sok menyedihkan, tapi hanya sekedar perayaan hari Hak Asasi Manusia sekaligus perapalan do'a di penghujung bulan tahun ini, barangkali Tuhan sudi kubujuk rayu untuk mengiyakan seluruh permintaan hati yang kutulis dari hati yang paling kusut. Satu hal yang kuyakini, ketika nyaris merasa hanya do'a yang bisa kulakukan dan tersisa sepotong harapan yang kugantungkan pada Tuhan, beserta keyakinan 100% tiada minus meski 0,000000001 % pun Tuhan pasti menjawab segala ingin yang kusuarakan dari hati terdalam sekalipun, bahkan mungkin Tuhan yang lebih memahami bahwa serumit apapun yang kujelaskan pada siapapun, Dia yang paling paham dan mau mengIyakan...... atau barangkali saat aku menuliskan tulisan yang agak kurang penting semacam ini, mungkin Malaikat sedang menatap sendu sambil lalu ikut membaca tulisanku lalu ikut mengaminkan pada Tuhan...

#Catatan Edelweis di sebuah Desember.
                                                                                                            Yogyakarta, 10 Desember 2016



      Ku panggil dia Nana. Sahabat terbaik yang pernah kumiliki sejak merantau di kota Gudeg. Gadis bermata sayu kelahiran 1991 ini berasal dari Cirebon Jawa Barat. Gadis yang mempesona. Pesonanya bukan karena dia cantik, tapi dia yang cukup dan sangat baik pada semua orang. Senyum tulusnya, anggun prilakunya, dan perangainya yang ramah membuat setiap orang selalu jatuh hati padanya termasuk aku...
Aku mengenalnya saat acara pesantrenisasi, sebuah kegiatan akademik yang dikhususkan untuk mahasiswa baru sekitar tahun 2012. Dia si pemilik absen terakhir mahasiswa Kimia angkatan 2012, dan nomor induk (NIM)ku persis bertengger sebelum NIMnya. Maka jangan heran jika sejak semester pertama sampai akhir, bangku duduk pas ujian mesti berdekatan denganku (katanya sih, posisi duduk kita pas ujian menentukan sukses nggaknya pas ujian loh, tapi kami belum pernah bersekutu kalau ujian kok.. hahahha). Pas pesantrenisasi, ONDI, dan berbagai kegiatan lain yang mesti melibatkan suatu halaqah maka dia pasti sehalaqah denganku dan sekamar tentunya (untungnya ga pernah bosen... ).
      Perihal prilakunya yang anggun, kalem, sabar, memikat hati siapapun yang mengenalnya termasuk aku. Sedangkan aku, adalah sahabatnya yang paling menyebalkan. Seringkali aku bersikap manja, kekanakan di depannya. Tak jarang pula kadang aku menumpahkan kekesalanku pada orang lain ke dia. Jahat sekali kan aku... :'( Dia orang yang paling paham tentang segala gerak-gerikku bahkan ketika semua orang hanya melihat senyumku yang termanispun, dia yang selalu mampu menerawang suasana hatiku yang sebenarnya. Aku terkadang tak tahu diri menyita waktunya yang super sibuk (maklum, karena dia seorang abdi ndalem di pesantrennya) hanya untuk mengoceh malam-malam, bercerita apapunpadanya tanpa rasa malu, dan memang dia yang sellau menjadi tempatku mengadu selain pada Tuhan. Hilang rasa maluku bersamanya, yah kalau kau ingin tahu bagaimana aku yang sesungguhnya, mungkin dia orang yang paling tahu aku mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, bahkan aib yang mungkin saja orang lain tidak pernah tahu, dia mesti tahu. Namun, itulah dia seorang teman sejati yang tidak akan pernah menjatuhkanmu apalagi membuka aibmu di belakang. Bagaimana mungkin dia akan sempat mengghibahi orang, jika yang kulihat di setiap waktu luangnya ia gunakan untuk mentakrir al-qurannya.Banyak sekali teman lelaki yang menyukainya, aku tahu itu. Tapi aku tak pernah rela dia terpikat oleh cowok-cowok yang kurasa dia dia kurang baik untuk baiknya. Maka aku tak segan-segan mengatakan ketidak setujuanku dengannya. Bukan karena iri, tapi aku tidak rela jika suatu saat dia akan dikhianati. disakiti hatinya oleh lelaki. Aku memang teman yang begitu menyebalkan, tapi percayalah jangan sampai lelaki play boy berani merayunya. Meskipun dia berstatus seorang ustadz misalnya (aku terlalu protektif yakk sama temanku sendiri...). 
      Dia seseorang yang tak pernah membuatku sakit hati, begitu baik seperti peri (alay... hahahaha). Aku bahkan pernah bilang padanya seandainya aku ini lelaki, maka akan kulamar dia sebagai istriku. Sayangnya aku dan dia sama-sama perempuan, yang cantik tentunya hahahhahaha. Bersamanya membuatku tenang dan nyaman. Rasa bahagia meletup-letup tatkala bertemu, yah meskipun kami satu kampus, satu jurusan tapi di luar kuliah sangat sedikit waktunya untuk disempatkan sekedar ngopi bareng... karena dia seorang abdi ndalem di pesantrennya. Kami sama-sama di pesantren, sama-sama sulit menemukan waktu yang pas untuk sering-sering duduk bersama seperti teman yang lain. Quality time kami benar-benar terbatas, sekalinya ketemu maka hal sekecil apapun menjadi begitu penting untuk dibicarakan. 
      Satu hal penting yang ingin kushare dan kukenang di sini, dari sekian banyak teman yang kumiliki mungkin hanya seorang Nana satu-satunya yang paling dipercaya ummi. Bahkan kalau tidak salah, beberapa kali ummi menghubunginya via telpon. Belum pernah ummi bersikap seperti ini pada temanku yang lain, mungkin dia memang benar-benar pantas untuk menjadi teman dekatku, sahabat karibku. Bodyguardku... Hahahaha.. karena kata dia, ummi pernah memintanya untuk mengawasiku, menjagaku... kan dia udah kayak bodyguardku dong.. Hahaha.. Terlepas dari itu, dia memamng memiliki hati yang cantik. Mampu memikat siapapun dengan perangainya... kelihatannya saja dia gadis yang sangat biasa, tapi begitu kau mengenalnya kau akan paham kenapa aku terlalu berlebihan menuliskan banyak hal tentang dia di sini. Dia juga seorang hafidzah... Maka siapapun yang mendapatkannya, maka dia lelaki yang beruntung. Tidak hanya mendapatkan seseorang yang cantik tapi juga shalihah dan hafidzah... dan terkadang aku iri dengan dia. Iri sekali, kenapa dia begitu nyaris sempurna di mataku. 
      Doaku dan doanya dikabulkan oleh Tuhan, kami bisa wisuda bareng tahun ini di periode yang sama. Alhamdulillah, usahamu tak sia-sia Na, kamu berhasil melewati masa-masa tersulitmu yang cukup panjang dengan hasil akhir yang mengagumkan. Aku percaya sejak dulu, bahwa kamu itu memang anak yang rajin super rajin dibandingkan denganku yang sering malas-malasan. Katamu, usaha dan kemampuan itu harus diseimbangkan. Jika dirasa kurang mampu, maka ikhtiar kita harus lebih keras lagi. 13 November yang lalu, kamu boyongan dari pesantren, jangan pernah lupakan eva yang bawel Na, jangan pernah putus ikatan tali ukhuwah yang kita bangun sejak 4 tahun yang lalu. Semoga urusanmu dilancarkan, dikabulakn segala mimpimu, dan memperoleh jodoh yang shalih Na, yang mencintaimu hingga akhirat nanti, bukan dia yang hanya sering mengobral janji apalagi merayumu dengan puisi. Do'a kita saling bertaut padaNya... karena sebuah persahabatan tak kan pernah terputus oleh waktu dan jarak yang memisahkan kita, tersebab ada do'a yang terus menerus kita rapalkan, kita sambung setiap waktu. Dialah yang akan tetap menautkan hati kita, tak peduli rentang waktu dan jarak yang begitu jauh memisahkan, tetaplah jadi sahabat terbaik yang pernah kumiliki. Tetaplah jadi Nana yang cantik hatinya. Sampai jumpa di lain waktu sayang, semoga Tuhan berkenan mempertemukan kita kembali.. Aku akan selalu merindukanmu. 

Edelweis, Yogyakarta, 08 Desember 2016.
   “Ada kalanya nuur Ilahi itu turun kepadamu, tetapi ternyata hatimu penuh dengan keduniaan, sehingga kembalilah nuur itu ketempatnya semula. Oleh sebab itu, kosongkanlah hatimu dari segala sesuatu selain Allah, niscaya Allah akan memenuhinya dengan ma’rifat dan rahasia-rahasia” (Tulisan Syaikh Ibnu “Athoillah dalam kitabnya, Al-Hikam).
    Seringkali dari kita merasa meraih sukses hidup ketika kita telah berhasil meraih segalanya: harta, gelar, pangkat, dan jabatan yang telah kita genggam. Mari kita kaji ulang seberapa besar sebenarnya hakikat dan nilai dari apa-apa yang telah kita raih selama ini.
     Sayangnya, orang yang merasa telah berhasil meraih segalanya yang ia inginkan di bumi ini, mudah tergelincir karena hanya mempergauli dunianya saja. Akibatnya, keberadaannya membuat ia bangga dan takabbur, tetapi ketiadaan (nya) serta merta membuat lahir batinnya sengsara dan tersiksa. Manakala telah berhasil memperoleh apa yang diinginkannya, dia merasa semua itu karena hasil usaha dan kerja kerasnya semata, akan tetapi ketika dia gagal mendapatkan apa yang diinginkan, dia merasa dirinya sedang sial. Bahkan tidak jarang kesialan yang menimpa itu dicarikan kambing hitamnya pada orang lain. Orang semacam itu telah lupa bahwa apa yang diinginkannya dan diusahakan oleh setiap manusia itu bergantung atas izin Allah Azza Wa Jalla. Jika kita menginginkan sesuatu hal dan benar-benar berusaha sekuat tenaga agar apa yang kita inginkan itu tercapai, tetapi Allah yang maha berkuasa tidak berkehendak dengan apa yang kita inginkan maka pasti tidak akan pernah tercapai. Karena sungguh kekuatan itu adalah pemberian dariNya. Laa Haula wa Laa Quwwata Illabillah al-Aliyyi al-Adzim.
        Seharusnya kita hanya bergaul dan bergantung dengan Allah zat yang maha menguasai alam jagat raya ini, sehingga hati kita terbebas dari kegalauan dari hal-hal yang bersifat duniawi. Allah berfirman :
لا خوف عليهم ولاهم يحزنون     
       Jika kita telah percaya akan firman Tuhan ini, niscaya tidak akan ada kecemasan sama sekali dalam hati kita menghadapi urusan apapun di dunia ini. Bahkan sebaliknya, kita akan selalu merasa nyaman, tenteram, damai karena dalam hati kita yang ada hanyalah Tuhan. Dalam pikiran kita yang ada hanyalah bagaimana kita mempersibuk diri dengan Tuhan, dan urusan-urusan ukhrawi yang lebih berarti dibandingkan urusan-urusan di dunia yang hanya sementara.
      Sikap seperti inilah yang seharusnya kita latih secara terus menerus dalam mempergauli kehidupan dunia. Biar tubuh kita terlekat dengan dunia namun jangan pernah kita biarkan hati kita turut terlekat dengannya. Karena sekali hati kita terlekat oleh adanya dunia, maka niscaya adanya dunia akan membuat kita bangga, merasa terhormat sedang tiadanya akan membuat kita terluka dan kecewa.
     Betapa tidak! karena yang namanya tabi’at dunia itu silih berganti. Terkadang kita dengan mudah mendapat rejeki, tapi dilain waktu begitu susahnya kita memperoleh sesuap nasi. Terkadang pula kita dipuji, dihormat tapi pada saat yang lain, harga diri kita direndahkan, dipermalukan. Semua terjadi silih berganti. Nah, kalau kita hanya akrab dengan kejadian-kejadian seperti itu tanpa akrab dengan zat sang pemilik semua kejadian ini, maka yang terjadi adalah kelelahan, kebosanan dalam menjalani hidup, lain halnya jika kita selalu menghadirkan hati kita bersama Allah.
     Sesuatu yang penting yang kita perhatikan agar kita dicintai Allah adalah kita harus zuhud terhadap dunia ini. Rasulullah SAW pernah bersabda “Barangsiapa yang zuhud terhadap dunia, niscaya Allah mencintainya, dan barangsiapa yang zuhud terhadap apa yang ditangan manusia niscaya manusia mencintainya”.
     Zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak memiliki apa-apa yang bersifat duniawi, melainkan kita harus lebih yakin terhadap apa yang ada di sisi Allah bukan apa yang ada di tangan kita. Karena bagi orang-orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun yang dia miliki tak kan membuat hatinya tenteram dan damai karena ketenteraman baginya hanyalah apa-apa yang ada di sisi Allah.
    Rasulullah SAW juga bersabda “melakukan zuhud dalam kehidupan di dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada yang ada pada Allah”.
   Sekiranya kita memiliki orang tua atau sahabat-sahabat yang memiliki kedudukan tinggi di suatu instansi tertentu, maka hendaknya kita tidak merasa tenteram dengan jaminan mereka karena semua itu tidak akan pernah hadir kepada kita kecuali Allah mengizinkannya. Semua yang ada di dunia hanyalah titipan dari Allah, maka dari itu suatu saat Allah pula yang akan mengambil apa-apa yang ia titipkan kepada hambaNya.
   Orang yang zuhud terhadap dunia tidak melihat adanya jaminan dari apa yang mereka miliki namun mereka lebih percaya dengan jaminan Allah sekalipun tidak tertulis, tetapi sungguh Dia maha tahu apa yang kita butuhkan. Jangan sekali-kali kita mengukur kemuliaan seseorang dengan adanya dunia yang sedang digenggamnya, apalagi kita meremehkan orang-orang yang tidak memiliki apa-apa. Jika kita telah menghormati seseorang karena apa yang dia punya dan kita remehkan orang yang papa dan jelata itu artinya kita sudah mulai cinta dengan dunia. Akibatnya susah hati ini bercahaya disisi Allah. Mengapa demikian? karena hati kita telah diliputi oleh sifat takabbur dengan membeda-bedakan orang lain berdasarkan dunia yang dimilikinya.
     Bagi orang-orang yang cinta dunia, tampak sekali bahwa keuntungan bagi dirinya adalah ketika dia dipuji, dihormati, dan dimuliakan. Akan tetapi, bagi orang-orang yang sangat merindukan kedudukan disisi Allah, justru keuntungan itu dia nikmati ketika berhasil dengan ikhlas menolong, menghargai orang lain. Cukup ini saja tanpa berharap kita memperoleh sesuatu yang lebih dari orang lain. Mereka lebih menyukai apa-apa yang yang terbaik yang diberikan oleh Tuhan bukan dari apa yang didapatkan selain dariNya.
    Siapapun yang menginginkan hatinya bercahaya karena senantiasa dicahayai oleh Nuur Allah maka hendaknyalah ia berjuang untuk mengubah diri, sikap hidup dan menjadi pribadi yang tidak cinta akan dunia. Lebih baik lagi jika kita senantiasa berusaha untuk selalu mendekatkan diri kepadaNya. Tapi ingat, segala sesuatu tergantung Allah namun tidak berarti kita hanya dapat berharap tanpa berusaha. Firman Allah “Cahaya diatas cahaya. Allah membimbing (seorang hamba) kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki.”( Q.S.al-Nur [24]: 35).
     Hati manusia itu bagaikan cermin yang memantulkan cahaya. Jika cermin itu bersih dari debu dan kotoran yang menghalangi maka apa yang kita lihat akan tampak jernih apa adanya. Hitam putih akan terlihat jelas dan nampak perbedaannya. Demikian juga dengan hati, kalau hati kita jernih, kita akan melihat realita itu apa adanya, sementara jika hati kita kotor maka pandangan kita dari suatu kebenaran akan terhalangi. Dan yang lebih parah, jika hati kita benar-benar tertutup dari nuur Nya. Naudzubillah. Maka dari itu mari kita bersihkan hati kita dari segala hal yang menghalangi masuknya nur ilahi dalam hati kita. Wallahu a’lamu bi al-Shawwab.

*Semacam tulisan serius, untuk pertama kalinya kuposting di sini. 
                                                                                                             Yogyakarta, 07 Desember 2016
Aku ini cukup nakal, bandel sekali pada orang tua. Sampai suatu  hari setelah pengumuman kelulusan MTs yang setara dengan SMP seorang ustadz menawariku untuk mengajukan diri sebagai siswa yang masuk ke salah satu MAN favorit di kota kelahiranku dengan jalur beasiswa. Kusampaikan amanat ustadz tersebut pada bapak bahwa aku akan mengikuti promosi beasiswa tersebut. Ternyata bapak punya keinginan lain untuk menyekolahkanku di salah satu pesantren yang cukup terkenal dan populer di kepalaku. Yeah Pesantren?? Dulu aku sempat ditawarkan untuk nyantri sejak aku lulus MI tapi bukan eva namanya kalau dia tidak bandel, aku menolaknya dengan alasan bahwa aku masih terlalu kanak-kanak untuk pergi jauh dari orang tua. Aku juga belum rela waktu bermainku di masa kecil habis gara-gara aku harus tinggal di lingkungan pesantren yang cukup jauh. Tapi seusai MTs, bapakku dengan sangat tegas menolak tawaran ustadzku tadi, karena belliau punya rencana lain untuk memondokkanku di Annuqayah.Pesantren ini merupakan pesantren utama dari seluruh keluargaku. yah, seluruh keluarga besarku menamatkan studinya di pesantren ini kecuali ummi yang memang nyalaf di Pesantren Al-Is'af. Mau tidak mau, aku harus terima kenyataan bahwa aku akan segera ganti status menjadi SANTRI. Singkat cerita, di sana aku menemukan seorang guru sufi bagiku. Beliau itu cukup kharismatik di sekolah ini, masih muda, dan cerdas tentunya. Beruntung sekali beliau itu menyukai anak-anak di kelas kami. yup, dari berbagai kelas yang ada di sana, kelas yang sering dikunjunginya tentu kelas kami. Berisi orang-orang kreatif dan penuh semangat kata beliau... satu hal yang menarik dari beliau adalah pewarisan ilmu dan amal. Kami diajarkan terapi shalawat untuk merelaksasi tubuh dan pikiran ketika jenuh. Lakukan dengan ikhlas, rutin dan kita akan merasakan dahsyatnya energi  shalawat merasuk dalam jiwa kita. Setiap kali beliau mengajar, tidak pernah lupa mengawali mata pelajaran dengan terapi shalawat yang disertai gerakan-gerakan tertentu. 
Terapi shalawat ini masih sering kulakukan, apalagi ketika pikiran mulai gaduh tak karuan, maka terapi shalawat adalah obat andalan pertama kali yang kulakukan. Saking karena aku sering melakukan terapi ini, ketika pikiran kacau maka secara otomatis, tanpa aba-aba hati dan mulut ini komat-kamit dengan sendirinya. Tidak, aku tidak sedang ingin riya' di sini. Hanya saja mau berbagi sedikit tentang khasiat shalawat yang luar biasa. Bapakku yang sederhana saja hidupnya, tak pernah lupa mengingatkanku untuk bershalawat...Bapak tahu, aku ini takut "kendaraan cepat". yup, aku merasa takut ketika dibonceng naik motor dengan kecepatan di atas 60 km/h. Maka ketika aku mulai mengantuk dibonceng bapak saat menjemputku dari pesantren, si bapak menaikkan kecepatannya sehingga dengan sendirinya kantukku hilang dan rempong komat-kamit bershalawat untuk menenangkan diriku sendiri. Sesederhana itu, bapak mengingatkanku untuk tidak lupa bershalawat. 
Menurut hasil sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang mahasiswa UIN SYAHID Jakarta, membaca shalawat dapat menimbulkan kepuasan batin, perasaan senang, nyaman, sejahtera, karena memuji orang yang kita cintai, yaitu Rasulullah. Efek shalawat mempengaruhi psikologis seseorang, perasaan kita akan menjadi tenteram setelah membacanya. Kenapa? pertanyaan ini pernah muncul di benakku saat dulu bapak sering mengingatkanku untuk bershalawat kalau aku telponan malam-malam, nangis tak karuan. Ternyata jawabannya simple. Apakah kalian pernah membaca buku "the true power of water" yang di tulis oleh Masaru Emoto? Buku ini menjelaskan tentang keajaiban molekul air. Masaru Emoto, seorang peneliti Jepang mengungkap bahwa ternyata air sebagai salah satu makhluknya Allah, ternyata dapat merespon perkataan orang. Prof Masaru ini, melakukan sebuah penelitian dengan membandingkan 2 jenis air. Air yang pertama, diperlakukan dengan baik. Setiap harinya didoakan, dipuji, diberi perkataa-perkataan yang baik. Sementara air yang kedua, yaitu air yang diperlakukan sebaliknya. Air yang kedua ini, dimaki-maki, diberikan omongan yang jelek. Lalu, apa yang terjadi? Ternyata setelah kedua jenis air ini diperlakukan sedemikian rupa, kemudian dianalisis dengan menggunakan mikroskop, hasilnya adalah kristal air yang pertama sangat bagus. Sedangkan air jenis kedua, kristal yang terbentuk, pecah dan sangat jelek. Berdasarkan hasil penelitian prof Masaru Emoto, dapat kita ambil kesimpulan bahwa memang benar, ketika kita sering membaca shalawat, atau alquran maka yang terjadi adalah perasaan tenang, relaksasi tubuh kita bagus, muncul kepuasan bathin. Karena menurut ilmu biokimia, tubuh manusia itu 70% terdiri dari air. Sangat wajar, jika respon tubuh dan jiwa kita sangat bagus setelah membaca shalawat. Tidak salah jika sebagai muslim, kita menerapkan terapi shalawat ini sebagai relaksasi tubuh, toh sudah terbukti secara ilmiah kan? 
Mengenai efek terapi shalawat, aku sendiri mengalami banyak khasiatnya, yang tentunya tidak harus kutuliskan panjang lebar di sini. Rasakan sendiri nikmatnya.  Wanita yang sedang menstruasi, sangat disarankan untuk melakukan terapi shalawat, selain karena sebagai pengganti ibadah dari tilawah alquran, tentunya menjadi obat penenang. Pasti paham kan, kalau wanita sedang menstruasi, bawaannya ingin marah terus, ngajak berantem, dan emosinya cenderung tak terkontrol. Tidak hanya ketika pikiran galau amburadul, tapi terapi shalawat ini biasanya kulakukan untuk memfokuskan diri, terutama ketika hampir ujian, atau sedang murajaah... maka jangan lupa untuk menyambi dengan shalawat. Bulan Desember ini, kebetulan bulan maulidur Rasul, dimana kekasih kita Nabi Muhammad, dilahirkan pada bulan Rabi'ul awal, maka demi alasan apalagi kita tidak cinta bershalawat? 

*Tulisan ini sebenarnya tulisan lawas, yang masih masuk dalam draf dan baru kulanjutin hari ini. hahahaha

                                                                                                                  Yogyakarta, 07 Desember 2016

Desember ini seharusnya menjadi Desember kita yang keeempat, tapi bukankah hujan kerinduian saja yang bisa kukenang hari ini? Kau mana peduli? Ada banyak hal kecil yang yang tidak terlupakan. Yah kau tentu tahu, perempuan adalah pengingat paling detil jejak yang pernah ia lewatkan, begitupun aku. 

Desember kali ini serupa hujan yang tak tahu diri, membasahiku seenaknya tanpa mau tahu, bahwa aku telah basah kuyup kedinginan tersebab kau dan kenanganmu menghujaniku. Bahkan, saat mataku pun terlelapdalam petang, kau masih saja menggetarkan hati yang sempat kutata dengan rapi seperti saat aku belum mengenal siapapun termasuk kamu. Tanpa sadar, adzan subuh membangunkanku dari mimpi tentangmu. Mataku membengkak dan memnerah, tersadar bahwa baru saja aku menangis karenamu. Kehilangan tak sebercanda itu, patah hati tak semenarik nyanyian para biduan, dan aku, aku mulai tahu bahwa hati yang tercecer di masa lalu tidak akan mudah tertata kembali dalam waktu yang singkat.

Selamat Desember, semoga hati ini tetap cantik dan anggun, meski berulang kali ada saja yang mematahkan. Bahkan ketika aku pernah berpikir, kau tak sekejam itu, ternyata dugaanku salah. Sayatanmu masih berbekas di sini. Tidak pernah tertutupi, justru semakin basah dan perih. Tapi, aku bukan pendendam untuk mencoba melukai manusia lain seperti halnya dirimu. Sebuah Desember selalu mengingatkanku bahwa tiada luka yang pantas dibayar dengan luka, tapi tutupilah dengan segera agar lukamu tak terinfeksi. Itu saja. 

Catatan Edelweis, 07 Desember 2016.
Jika perasaan "sayang" pada seseorang telah tumbuh, maka sekesal apapun kamu dengannya tidak akan pernah sanggup untuk berlama-lama kesal dengannya. Seperti ketika si bungsu yang suka membangunkan tidur siangku dengan cara yang sadis, dia menganiayaku dengan menyeret kakiku hingga aku jatuh dari atas kasur atau dia naik ke atas tubuhku, memelukku layaknya guling paling empuk dan menggelitikiku yang sedang enak-enaknya mimpi siang.... kesel? kesel banget lah.. Tapi aku menyayanginya karena sesadis apapun caranya membangunkanku, dia selalu istiqamah mengingatkanku untuk shalat dzuhur.. ^_^
 Perasaan sayang itu ketika aku ingin marah, ngomel, tapi dia tetap menanggapiku dengan senyum tulus yang tak pernah luntur dari wajahnya sejak pertama kali aku mengenalnya. Heii, sadarlah, kamu yang seperti ini membuatku candu untuk menikmati rekah senyummu hahahha.
Jika kalian masih selalu setia membaca tulisan sampahku di sini, berarti kalian sayang padaku hahahah (pisss, becanda doank). Jangan hanya karena kalimat ini, kalian memboikotku untuk tidak curi-curi pandang dengan tulisan alayku... wkwkwk... stay with me here guys... i'll come back soon :*
Tidak ada yang terlalu penting untuk kutulis, hanya untuk menuliskan sesuatu yang terbersit di pikiran. Itu saja.Karena sedikit kesibukanku membuatku sudah tak punya waktu lagi untuk berdiam diri lama-lama di depan laptop, eva pamit dulu untuk break yah guys dalam waktu yang agak lama. Tapi kalau sempat nulis, eva bakalan ngoceh lagi di sini kok. See you in the next time. ^_^



Sebuah cerita klasik yang tak pernah kusampaikan.  Atas nama sebuah kedamaian.  Yah,  hatiku berhak berdamai dengan siapapun yang pernah mengusikku.  Berdamai dengan segala kondisi yang menekanku.  Kau cukup mengerti untuk tak melakukannya,  tapi dasar kamu yang memang begitu....  Maka aku bisa apa?  Berteriak?  Menangis?  Menyepi?  Menyendiri?  Yah,  itu yang pernah kulakukan.  Tidakkah kau sadari sikapku yang begini karena benci yang kubungkus dengan rapi. Perlukah aku berteriak mirip orang gila untuk membuatmu mengerti?  Ah sudahlah, kau tak kan pernah mengerti atau bahkan kau akan pura-pura tak mengerti.  Dulu,  dulu sekali ketika aku tak pernah berani beranjak dari zona nyamanku,  berlindung di bawah ketiak orang lain,  aku yang kau bidik menjadi sesosok manusia paling penakut,  gadis kecil yang tak pernah sanggup bicara dengan lantang.  Aku yang kau bidik menjadi sesosok manusia yang minim penglihatan,  dan kau,  yah kau seolah terlahir sebagai manusia paling perkasa,  paling berani tanpa sedikitpun mengecilkan diri,  paling tau segalanya. Segalanya tentang kamu seolah hal paling ajaib bagi orang lain tapi tidak untukku.  Yah itulah kamu.  Sesosok manusia paling menjengkelkan yang pernah kukenal.
Biarlah waktu yang berbicara, antara keinginanku dan Tuhan yang bersatu. Kulakukan yang kubisa,  termasuk merayuNya setiap waktu.

Rindu kembali melumpuhkanku... 
mengusikku dengan badai kenangan yang menggempur tanpa ampun. Pergilah, jika kau memang harus pergi, jangan menghantuiku kesekian kalinya. Aku sungguh takut, tidak bisa melanjutkan hidup dengan tenang jika kau terus-menerus begini. Melayang-layang di langit-langit kamarku setiap kali mata hendak terlelap, lalu tercipta penyakit sejenis insomnia.

Sebuah catatan tentangmu tak kan kutuliskan lagi di sini, meski jemari ini selalu memaksaku untuk melakukannya. Kau tahu kan, betapa rasanya menanggung rindu itu begitu berat? Jika kau ingin menetap, menetaplah tapi jika kau hendak pergi, menepilah dari sarang pikiranku. 

Rindu itu terus berdengung tanpa jeda...
selirih suara angin malam yang selalu kunanti di saat rindu mulai bertaburan..
Rindu dan terus saja rindu...
Tanpa titik, dan koma
Tanpa pemberhentian dan kematian....

Rindu terus saja menggebu, menyerangku bertubi-tubi hingga aku sungguh tidak sanggup untuk menahan diri melepasmu. 

Rindu itu kadang datang terbawa aliran air, menyiramku dengan hawa dingin yang angkuh. 
Rindu kadang pula datang terbawa angin, mengembus, menggelitiki ujung-ujung rambut
Rindu itu kadang pula datang terbawa kicauan burung yang mengalun indah di pagi hari, 
Tapi rinduku tetap saja tak pernah sampai hingga ke akar hatimu.....

Eva Edelweis, Yogyakarta 8 November 2016

Selamat November, kakakku yang berada di negeri tetangga.
      Apa kabar yang ada di Kairo? loh, kok eva malah nanya yang di Kairo sih? hahahah Apa kabar kakak yang sedang berjuang menempuh studi di negeri gajah putih? maapkan adik yang dulu suka ngeselin ini..Oh yah, saudara eva banyak loh, menyebar di setiap sudut perantauan dan kali ini eva hanya ingin mengoret sedikit tentang kakak pertamaku, yang sekarang merantaunya semakin jauh di mata, tapi tetap dekat di do'a. hehehe. Do'aku tetap mengalir untuk orang-orang terdekatku kok.... meskipun mungkin dia telah berkeluarga apalagi masih menjomblo.. hahahah 

      Kak, eva sekarang menggantikanmu loh di sini. Tidak usah menyesali pernah menyarankanku berada di posisimu yang dulu, karena di tempat ini, masya allah asyik banget pokoknya partner-partner di sini. Ramah banget, dan eva suka. Sensei masih setia menjadi ayah kita kak, masih selalu sabar membimbing eva yang katanya ngeyel ini. hahaha..Kamu memang sudah pergi jauh, tapi obrolan ringan di sela-sela makan siang tidak pernah luput tentang kamu kak. Hahahaha.... Mereka itu, gemar banget ngomongin kamu kak tapi bukan ghibahin kok.... katanya kau itu orang terenjoy seasia. Eva mau tidak mau harus ngakak denger julukan itu. Tapi Eva tidak mau kak, disama-samain denganmu yang kalau makan mesti banyak.. hahahaha. Katanya orang yang langsing kayak kita nih memang suka makan banyak. Eva nanya kenapa bisa dikatakan orang terenjoy seasia? katanya kau itu selalu senyum dalam kondisi apapun. Mau senang yah senyum, mau sedihpun yah senyum. Sampe-sampe kalau ada orang yang mau marahin kamu saat deadline pekerjaanmu belum kelar, mereka ngerasa aneh sendiri marahin orang yang kayak kamu. Akhirnya ga jadi marah deh liat tampang lucumu itu... kayak conan beneran wkwkwk.... 

      Selamat menata hari yang lebih baik, usiamu sudah tidak muda lagi loh, tapi tetap saja kau masih terlihat anak-anak. Hahahaha. Berkah usiamu, ilmumu, rejekimu. Risetmu semoga dilancarin, dan apapun yang kau harapkan di tahun-tahun berikutnya, maka kudoakan pula kak. Pertemuan kita bukan tanpa sengaja, tapi itu takdir. Rencana Tuhan itu memang luar biasa kak, mengenalmu adalah suatu kebahagiaan tersendiri. Eva banyak belajar dari kamu kak, mulai dari hal-hal sepele hingga urusan yang menuntutku semakin mendewasakan diri. Terimakasih partner riset yang udah 3 tahun membimbingku hingga dengan mandiri eva pun bisa melakukan hal yang sama seperti yang kau lakukan. Terimakasih pernah menjadi guru private yang paling telaten, menjadi sahabat yang paling mengerti sekaligus menjadi saudara pertamaku di perantauan ini. Kau ini keren, dan eva harus mengakui itu. Kita ternyata memiliki kesukaan yang sama, kesukaan pada sastra. Meskipun sama-sama berstatus penikmat bukan pencipta. hahahaha. PSK, pecinta sastra kimia. Entah darimana ide yang kau dapat menyebut istilah itu...

      Belajar dari hidupmu, eva semakin yakin dengan janji-janji Tuhan akan mewujudkan segala yang kita impikan. Bahkan ketika logika menolak akan sebuah kemungkinan, jika Tuhan yang ambil alih maka segalanya akan terjadi. Jatuh bangunmu selama di perantauan yang sama denganku hingga kau berhasil menjajaki jalan-jalan yang menurutku tak semua orang mampu bertahan dan sampailah kau di taraf ketidak mungkinan itu, membuat mataku terbuka lebar untuk segera bangun dan melunasi janji impian masa kecil. 4 tahun yang lalu, saat orang lain sibuk dalam dunia mimpinya masing-masing, eva pernah benar-benar terjatuh dan berada di titik paling kritis selama menarik napas. Hingga waktu dan janji Tuhan bekerja sama untuk membangunkanku kembali dari ketidak berwujudanku menjadi eva yang sekarang. Eva yang dipenuhi dengan misi mewujudkan impian masa kecil, eva yang penuh dengan angan, eva yang ambisius katamu kak. Eva yang sekarang masih berusaha merangkak untuk menuju sesosok manusia yang lebih baik, meskipun prestasiku ga ada apa-apanya dibandingkan prestasi-prestasi yang kau raih kak. Perkenalan kita memang bukan kebetulan kak, tapi sebagian rencana Tuhan untuk menghidupkanku kembali menjadi sesosok "manusia". Sedikit demi sedikit, eva mencerna banyak hal, belajar dari alam, orang-orang sekitar termasuk kamu, dan akhirnya inilah eva. Orang-orang mungkin tidak tahu banyak bagaimana perjalanan hidup eva kak di sini, tapi kau tahu banyak hal. Tidak heran, jika terkadang selalu muncul orang-orang yang penuh kesok tahuan menghakimi kita tanpa tahu bagaimana kita. Okelah kak, belajar dari kamu juga, eva ingin ejoy menjalani hidup kedepan dengan penuh rasa syukur agar segalanya menjadi baik-baik saja. Well, eva masih yakin semuanya memang akan baik-baik saja. 

      Tentang urusan asmara, kita pernah mengalami hal yang serupa kak. Hanya mampu menyukai seseorang dalam diam saja, saling mendoakan saja itu sudah cukup merayakan cinta dalam hati kita. Tapi kisahmu itu lebih ngenes dari eva kak, jalan ceritanya mirip novel yang sering eva baca hahahha. Kalau kisahku sih, cukup kau yang tau versi lengkapnya. Meski sampe sekarang, masih tetap dalam do'a tanpa berani sekalipun mengatakan masih cukup menatap dari kejauhan.... Maafkan eva yang selalu mericuhi kisahmu itu dengan ledekan-ledekan yang mungkin saja menyakitkan, tapi percayalah eva cuma berusaha menghiburmu saja agar tak sampai patah hati karena seorang wanita. Tak sampai mengubah hukum alam bahwa ikatan hidrogen dari dua unsur hidrogen yang berikatan dengan oksigen (molekul air) berubah ikatannya menjadi ikatan van der waals. Hahaha eva masih ingat kata-katamu yang angel ini kak. Masih ada eva yang siap menjadi pendengar, meskipun kadang cerewet mengomentari. hahahaha. as you know, eva kan memang bawel kak. Eva minta maaf banget, kalau selama mengenalku terlalu sering ngeselin dan menyebalkan. Bagaimanapun eva, eva masih sesosok gadis yang membutuhkan seseorang untuk selalu mengingatkannya menuju jalan yang benar. Eva masih adik kecilmu yang penurut kak, masih suka bikin orang kesel dengan kebawelannya. hahaha. Eva juga kesel karena kau berjanji akan hadir di hari eva sidang tugas akhir, tapi kamunya ga ada kak. Kecewa. Tapi muka polosmu itu ga sanggup bikin eva kesel lebih dari sehari. Salahku juga sih ga ngabari kalau ternyata jadwal sidangnya dimajuin, Tapi tetap kesel karena ternyata tiga hari kemudian kau pergi jauh dari saudaramu ini. Semoga Tuhan selalu menjagakanmu kak. Persahabatan dan persaudaraan kita, semoga tak hanya di dunia saja tapi hingga akhirat nanti. 

     Kiranya cukup sudah eva ngelindur mengenangmu kak, cukup banyak kebaikan yang tak mampu eva tulis panjang lebar di sini, cukup dirasakan saja. Oh yah, hampir lupa ternyata kau punya janji kak mengenalkanku dengan seseorang. Kau bilang evalah orang yang pertama kali akan kau perkenalkan padanya selepas kau kembali kesini, dan eva berharap kau melunasi janjimu sebelum eva bertolak ke kampung halaman. Semangat dan terus semangat kakakku..... doakan eva juga semoga bisa mengikuti jejakmu yah untuk bisa mengangkasa di negeri impian.... 

#Catatan harian Eva Edeweis untuk orang terenjoy se Asia, Yogakarta 6 November 2016.





      Semester 7 sudah berlalu, teringat satu tahun yang silam pada saat materi kuliah Tasawuf yang diampu oleh salah satu dosen favoritku yang ternyata dosen psikologi UII. Referensi utama yang kami gunakan yaitu sebuah buku berjudul "Prophetic Intelligent" mungkin dari kalian yang tertarik untuk belajar tasawuf sekaligus mendalaminya, dipersilahkan membaca buku ini (saya lagi promosiin buku loh..... ). Banyak hal yang disajikan dalam buku ini, namun dari sekian banyak sub judul yang dihidangkan ustadz penulis, yang paling menarik adalah tentang do'a. Kalian tentu tidak asing kan dengan istilah do'a? maka tak usah kuperjelas panjang kali lebar di sini. Penghujung semester ini ditutup oleh materi tasawuf yang membahas tentang do'a. Pertemuan yang cukup spesial menurutku, karena kami angkatan 2012 putri yang akan segera mengakhiri studi dipersilahkan satu persatu untuk share kisah pribadi masing-masing mengenai do'a dan kado spesial dari pertemuan terakhir di semester itu adalah impian dan keinginan yang belum kami raih diaminkan bersama-sama di kelas, katanya sih do'a usadzku ini maqbul... apalagi ditambah dengan do'a orang lain maka aku yang penuh pengharapan pada saat itu pun meyakini 100 % Tuhan sedang menyimak do'a kami. 

      Pada saat kuceritakan beberapa pengalaman pribadiku tentang do'a, ustadzku berkata begini "Tuhan itu telah menjamin do'a kita akan terkabul, sebagaimana yang Ia katakan dalam al-Quran, ud'uunii astajib lakum. Ada 3 cara Tuhan itu menjawab do'a kita. Pertama, ya, Aku beri sekarang. Kedua, tunggu, Aku mau lihat usahamu terlebih dahulu. Ketiga, tidak, Aku punya yang lebih baik untukmu." Jadi benar, jika Tuhan itu memang akan menjawab do'a kita. Entah itu akan dijawab saat itu juga, entah nanti atau barangkali permintaan kita tidak dikabulkan namun Tuhan menggantikannya dengan yang lebih baik. Maka jangan langsung mengjudge Tuhan itu tidak mengabulkan permintaan kita, sabarlah... Tuhan itu Maha Oke guys... maka jangan lelah berdo'a dan berikhtiar. Tuhan itu akan mengkabulkan do'a-do'a kita, asal kita tidak merevisi sendiri do'a-do'a kita. Lah kok bisa? yah bisa dong... bukan cuma skripsi doank yang ada revisinya, tapi tanpa kita sadari terkadang seringkali kita merevisi do'a-do'a kita sendiri. Tak heran, jika kita ngedumel, dan merasa keinginan kita tidak kunjung terkabulkan. Contoh, kamu sedang berdo'a bahwa 2 bulan yang akan datang tulisanmu akan tembus di media massa sekelas KOMPAS. Oke, kata Tuhan begitu mendengar do'a kita. Lalu ternyata kau merasa tulisanmu masih ecek-ecek dan belum layak dibaca banyak orang apalagi terbit di kompas. Kau khawatir, tulisanmu akan dikritik masyarakat pembaca. Rasa-rasanya masih perlu menulis lagi dan lagi untuk menghasilkan tulisan yang layak dibaca, kira-kira butuh 4-5 tahun lagi mateng untuk mengasah kekreatifan menulis kemudian terpublish. Oke, kata Tuhan lagi, Aku akan mengabulkan do'amu setelah 5 tahun lagi. Nah loh, seandainya kau tak berpikir ragu-ragu dengan kemampuanmu serta keajaiban Tuhan, bisa jadi 2 bulan yang akan datang tulisanmu benar-benar terpublish di kompas. siapa yang bakal mengira? Namun, karena prasangka buruk kita pada Tuhan, maka apa yang terjadi? Tuhan akan mengabulkan do'amu nanti 5 tahun yang akan datang. loh kok bisa? yah bisa dong, Allah itu Maha Oke guys... kamu mau apa, bagaimana, Allah itu mendengar kok suara kita, bahkan suara hati kita. Masih ingatkah sebuah hadits qudsi yang isinya begini "Ana 'inda dzonni abdi bii wa ana ma'ahuu 'inda dzakaran" yang kira-kira artinya adalah aku ini berdasarkan prasangka hambaKu dan Aku bersama hambaKu ketika namaKu disebutkan. Seandainya saja kamu yakin bakalan bisa menembus kompas dalam waktu yang demikian cepat yang tentu saja jauh sebelum kau punya keinginan kau memang punya minat menulis dan mau ikhtiar, Tuhan itu bakal ngabulin kok permintaanmu. Lah kok bisa?? lagi-lagi kau nanya begitu.. yah tentu bisa dong, karena Dia Tuhan yang tak bisa kita kendalikan kehendakNya. Karena kau berpikiran negatif, ragu-ragu, khawatir terhadap kemampuan dirimu sendiri dan keajaiban Tuhan jadilah mimpimu masih lama untuk dikabulkan. maka point penting yang perlu kau catat baik-baik dalam pikiranmu adalah berhati-hatilah dalam bicara, berpikir, dan berdoa. Entah itu bicara dengan sengaja, tidak sengaja, atau bahkan meski hanya sekedar gumaman hati. Barangkali pada saat itu Tuhan sedang mendengarkan ucapanmu dan mengkabulkannya
      
      Oke, jika kau sudah yakin dengan keajaiban Tuhan tadi, ikhtiarpun dilakukan semampumu, lalu masih saja do'amu belum terkabulkan. Kata dosenku, bisa saja hal ini terjadi karena dosa. Yup, dosa itu ternyata menghalangi keterkabulan do'a-do'a kita loh. jangan sampai hal ini terjadi pada diri kita. Kita sibuk berjuang keras, merapal do'a sekencang-kencangnya tapi kita lupa bahwa diri kita bermandikan dosa. Maka segeralah meminta ampunan Tuhan agar segera mengembalikan diri kita dalam keadaan hati dan jiwa yang bersih agar ketika kita menginginkan sesuatu, Tuhan itu begitu ridla untuk memberi apapun yang kita minta. Yakini bahwa Tuhan itu tak kan membiarkan diri kita dalam keterlantaran tanpa terkabulkannya do'a-do'a kita. Berbekal ikhtiar yang cukup, do'a yang mantap, dan jiwa yang bersih in sya allah apapun yang kita minta pada Tuhan akan Dia berikan, bahkan ketika ketidakmungkinan secara logika terwujudnya keinginan kita menjadi sangat mungkin terjadi maka di situlah keajaiban Tuhan yang Maha Oke itu berlaku. Kita jangan pernah merevisi do'a kita, tapi mantapkanlah do'a kita supaya Tuhan yakin kita bersungguh-sungguh dalam do'a kita dan meyakini keMaha Oke-an Tuhan dalam segalanya. 

      Bagaimana jika kita telah berikhtiar, berdo'a, membersihkan diri dengan meminta ampunan Tuhan tapi masih saja keinginan kita belum tercapai, bahkan justru yang kita peroleh adalah sesuatu yang sama sekali tidak kita inginkan. Pertanyaan ini muncul dari salah satu temanku. Semisal begini, kamu akan mendaftarkan diri di suatu kampus di prodi yang cukup populer dan banyak diminati orang seperti jurusan Teknik. Namun ternyata, kau lolos di jurusan pendidikan bukan Teknik. Padahal, kamu sudah bekerja keras mengasah bakatmu sejak jauh-jauh hari di bangku SMA. Tapi apa yang kau dapat? akhirnya dengan berbagai alasan dan saran dari teman, keluarga, masuklah kau menjadi mahasiswa bidang pendidikan secara ikhlas. Kenapa itu bisa terjadi? nah, jawaban yang menarik dari dosenku cukup simpel sebenarnya. Mungkin saja apa yang kita peroleh itu bukan hasil jawaban Tuhan terhadap do'a-do'a kita, namun jawaban terhadap do'a-do'a orang tua kita. yup, bukan hal yang mengagetkan lagi kawan, jika do'a orang tua itu ternyata maqbul. Bukankah keridlaan Tuhan ada pada keridlaan orang tua? maka tidak heran jika Tuhan lebih mendengarkan do'a dan harapan orang tua dibandingkan harapan kita sendiri. Jadi kau jangan bangga jika ternyata do'a dan keinginanmu seringkali terwujud karena bisa jadi semua itu berkat do'a dari orang tua bukan hanya semata-mata hasil dari kerja kerasmu. Nah bagaimana jika harapan kita dan orang tua kita berbeda? maka kasus seperti inilah yang harus kita pahami baik-baik.. seperti kasus di atas, seseorang menginginkan dirinya bergelut di bangku kuliah pada bidang Teknik, namun lolosnya malah di bidang pendidikan. Mungkin hal ini yang diinginkan orang tua. Yup, orang tua kita bisa saja takut untuk menyampaikan keinginannya agar si anak kuliah saja di prodi pendidikan bukan Teknik, takut anaknya down dengan mimpinya. Namun, ternyata diam-diam orang tua menyampaikan harapannya langsung pada Tuhan yang Maha Oke. Beres perkara. Si anak bisa apa? maka jalani saja takdirnya. Jika hal ini terjadi, di sinilah kekuatan do'a kita diadu sebenarnya. yah, karena antara keinginan orang tua dan keinginan kita berbeda, maka kita dapat berikhtiar lebih dengan kuat-kuatan do'a. Persoalan do'a orang tualah yang lebih dahsyat, maka terimalah dengan ikhlas, karena sekali lagi ku tuliskan bahwa Tuhan menjawab doa kita dengan 3 cara, salah satunya adalah Tuhan tidak mengabulkan do'a kita namun menggantinya dengan yang lebih baik untuk kita. luar biasa sekali kan keajaiban do'a ini? Yuk, mantapkan do'a....

*Tulisan ini hanyalah sebuah ocehan ringan seorang Eva Edelweis untuk mengenang dosen tasawuf saja, yang juga terisnspirasi dari tulisannya mas Haris. Semoga bermanfaat.

Yogyakarta, 3 November 2016




Ku bertemu sang adam di simpang hidupku
mungkin akan ada cerita cinta
namun ada saja cobaan hidup seakan aku hina
Tuhan berikanlah aku cinta
untuk temaniku dalam sepi
tangkap aku dalam terangmu biarkanlah aku punya cinta
Tuhan berikanlah aku cinta
aku juga berhak bahagia
berikanlah restu dan halalmu
Tuhan beri aku cinta.........


Mungkin untuk kalian maniak karya dari kang Abik, maka tidak akan asing dengan 
lirik lagu ost film Ketika Cinta Bertasbih 2 yang masih menggema di pikiranku, menelisik ke bagian hatiku yang paling dasar. Kadang  aku berpikir, betapa hidup ini tidak adil, Tuhan. Ketika seseorang yang pernah datang di salah satu sudut dunia kita, lalu dia pergi begitu saja, menghilang maka rasanya ini tidak adil. Kenapa kami dipertemukan? kenapa kami diperkenalkan? kenapa kami diberi perasaan sedahsyat ini, Tuhan? ribuan pertanyaan kuledakkan tanpa ampun. Saya ini manusia normal, Tuhan. Sekeras apapun berupaya menegarkan, akan ada air mata yang tumpah ruah di depanMu. Kenapa begitu teganya Kau balik sebuah cerita manis menjadi sebuah kisah yang paling mengerikan di muka bumi? semua orang tak menginginkan sebuah perpisahan, begitupun aku. (sudut pandang pertama)

Beberapa dari kawanku memilih untuk memastikan dirinya tidak menjomblo. Terkadang, aku berpikir, sebegitu sempitnyakah makna cinta menurut mereka? cinta kan ga melulu tentang kisah seorang anak adam berjenis lelaki dan perempuan dalam buaian asmara saja, tapi cinta lebih luas dari itu. Ketika ayah kita rela bekerja siang malam tanpa kenal lelah demi menafkahi keluarganya, menurutku itulah wujud cintanya, ketika ibu selalu sabar merawat kita sejak masih dalam bentuk embrio sampai segede ini, itulah wujud kecintaannya. Adakah cinta yang lebih besar dari jutaan  cinta yang kita peroleh dari cintanya keluarga kita terhadap diri kita? (sudut pandang kedua)

Ketika seseorang hanya memaknai cinta itu wujud kasih sayang antara seorang laki-laki dan perempuan, lalu ketika dia ditinggalkan mengatakan Tuhan itu tidak adil, mengecewakan dengan cinta yang seperti ini. "Aku kan juga berhak bahagia, Tuhan". Bukan cuma dia, mereka yang hanya pantas merasakan sebuah cinta. "Sehina itukah aku hingga merasakan kisah cinta yang cukup mengerikan seperti ini?" (sudut pandang pertama)

Cinta itu makhluk Tuhan yang paling indah, karenanya hidup seseorang menjadi lebih berwarna. Tanpa cinta, hidup ini mungkin layaknya hutan yang gundul. Gersang dan sama sekali tak indah dilihat. Sebagai seseorang yang pernah hidup selama kurang lebih 21 tahun 3 bulan 1 minggu, limpahan cinta dari orang sekitar luar biasa. Terutama dari keluarga. Ayah ibuku adalah 2 orang pertama yang menyatakan cintanya sedemikian tulus bahkan sejak sebelum aku berbentuk sebuah zygod hingga setua ini. Cinta dari mereka luar biasa, tak kurang suatu apa. Sebuah alasan klasik hingga saat ini aku masih sanggup untuk bertahan dengan kesingleanku adalah aku belum benar-benar menemukan cinta yang utuh seperti cinta yang mereka berikan. Pernah sih, jatuh hati tapi itu tak terlalu lama aku rasakan. Rasanya asyik, bikin hati bergejolak penuh semangat, tapi ujung-ujungnya hambar. Cinta yang pernah kurasakan tidak sedahsyat cinta orang tua terhadap aku. Entahlah yah, aku juga tidak tahu kenapa kadang orang-orang merasa begitu menyedihkan ketika dia menjomblo. well, salahkah kita menjomblo? Aku pernah berada di jalan yang cukup rumit untuk ukuran sebuah hubungan cinta yang seperti itu, tapi lagi-lagi aku katakan dengan sejujurnya aku belum menemukan cinta yang bisa membuatku benar-benar cinta dengan seutuhnya pada orang itu. Katakanlah aku ini musafir cinta pada beberapa waktu yang lalu, namun jangan salah sangka dulu, aku hanyalah gadis biasa yang jika menaruh perasaan khusus pada orang lain, tak pernah terkatakan. Aku hanya mencintainya dalam diam, dalam doa, itu saja. Tidak berani untuk menjalankan sebuah hubungan khusus seperti remaja yang lain. Jarang sekali aku patah hati hanya karena cinta semacam itu, tersebab memang belum menemukan hakikat cinta yang utuh seperti yang kuinginkan. (Sudut pandang aku).

#Catatan ngawur yang ditulis pada saat aku menemukan hujan untuk pertama kalinya di kota Apel. 30 Oktober 2016. 

Selamat tinggal mantan....
selamat tinggal mantan, kalau katanya si kakak mah, mantan yang berkhianat itu kentut.wkwkwkwk.. Aku belum bisa move on untuk tidak ketawa mebaca tulisannya tentang si mantan. Bagaimana mungkin dia bisa menulis tulisan semacam itu? rasanya dia kesel banget dengan mantannya yang dengan tega berkhianat. Hahahahhaha. Aduh kakak, kadang eva tuh geli lah yah ngomongin mantan. Meskipun eva belum pernah punya mantan. Tapi eva salut denganmu kak, kau itu cepat move on dari si kentut, ehh maksudku si mantan.. hahahahha....
Tentang mantan, aku tidak punya sebuah argumen yang begitu penting untuk kutulis, tapi aku sudah terlalu sering menyimak curhatan beberapa teman mengenai mantannya. well, aku masihlah gadis baik hati untuk tidak bosan menyimak keluhan dan jeritan hati teman tentang mantannya wkwkwkwk... Oke, menurutku mantan itu sampah coy, masih lebih keren kan dibandingkan kentut? masih lebih bermartabat kan dibandingkan kentut? hihihiii..Namanya juga sampah, ga mungkin kita mengais-ngais sampah yang telah kita buang kan? Itu barang bekas, sebaiknya dimasukkan ke dalam tempat sampah. Kalau dia masih berkeliaran di tempat-tempat bebas, ga enak dilihat. Cuma ngotori pemandangan doank, menurutku sih begitu. Kamu yang masih sulit move on dari mantan, uh.. uh... berasa udah mau mati, hidup ini suram tanpa dia, ditambah lagi mukamu yang suram...sempurnalah hidupmu wkwkwkkw... udah lepasin saja ingatan tentang mantan. Biarkan si sampah berada di tempat yang selayaknya...Kalaupun mau didaur ulang, biarkan orang lain yang mendaur ulang. Masa depanmu terlalu berharga untuk kau tukarkan dengan perkara remeh-temeh semacam memikirkan mantan apalagi kepikiran ingin balikan. woyyy dunia ini begitu luasnya, dan kau bisa menemukan milyaran orang yang jauh lebih baik dari si mantan. Tak usahlah kau nangis-nangis sambil berantakin isi kamar, nusuk-nusuk boneka, nyekek teman, apalagi ingin bunuh diri hanya gara-gara si kentut, mantan yang berkhianat itu.... Biasanya yang seperti ini sih dilakukan oleh seseorang yang masih sekolah, kuliah, pokoknya yang masih usia-usia labil, tapi kalau boleh kasih saran, mending kelarin deh studimu gak usah mikirin pasangan dulu apalagi mantan. Urusan jodoh, biarkan Tuhan yang ngatur. Karena Tuhan itu telah mengatakan bahwa wanita yang baik-baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik-baik. Udah makanya, belajar saja dulu yang benar, bikin bangga orang tua dengan prestasi, wujudkan mimpimu, perluas persahabatan, sibukkan diri memperbaiki diri, bukan mikirin pasangan apalagi mantan untuk kamu yang masih usia sekolahan... semua itu ga penting. Sebelum kamu menyesal , waktu dan energimu habis terpakai karena sesuatu hal yang ga penting begitu, mending lakukanlah hal yang bermanfaat yang mungkin bisa nebelin uang sakumu... kan lumayan.
Mantan itu, sejenis bom waktu yang suatu saat bakalan meledak tanpa kau tahu kapan saatnya... meledakkan apa? jelas meledakkan dirimu sendiri, meledakkan mimpi-mimpimu, meledakkan takdir barangkali.... Kenapa orang yang belum punya mantan sepertiku berani ngomong begitu? mungkin begitulah isi pikiranmu membaca oretan sampahku ini. Oke, ini kan hanya sebatas ocehan saja... Meledakkan mimpi, barangkali ketika kau sibuk dengan pacaran, memikirkan mantan, semangat belajarmu mulai lusuh, luntur. kuliah ga niat, prestasi ga meningkat, pekerjaan ga kelar-kelar, kalaupun kelar, hasilnya ga sempurna, muka suram mengerikan hanya gara-gara kau memikirkan hal yang semacam itu guys... oh no, masa depanmu jangan kau biarkan hancur. Emang rela? duuh sebegitu berharganyakah si mantan daripada mimpi-mimpi masa depanmu? Mimpimu itu jauh lebih berharga dibandingkan apapun. Jangan khawatir, in sya allah ketika kadar sukses telah kau genggam, kau sudah mapan, dan siap menempuh hidup yang jauh lebih kejam dari sekedar desakan penyelesaian tugas akhir, pasanganmu akan tiba dengan sendirinya. Seperti kata bunda Asma, jika kau tak menemukan cinta, biarkanlah cinta yang menemukanmu. Barangkali juga jika kau hanya sibuk memikirkan mantan, orang baik yang ternyata Allah rencanakan untukmu masih ditahan dalam waktu yang lama hanya gara-gara mata hatimu itu hanya bisa melihat mantan, tidak terbuka untuk orang lain yang bahkan aku yakini orang yang telah disiapkan Tuhan itu pasti lebih baik dari mantanmu itu. 
Well, itu saja dulu ocehanku hari ini. Kalau kau menyatakan aku ini terlalu sok tahu dan sok-sok yang lainnya dipersilahkan. Ini rumahku, kau bebas mengatakan apapun yang ada di kepalamu mengenai ocehan sampahku.... karena sebenarnya eva sedang lelah guys, tapi disempet-sempetin saja nulis biar rileks... dan jangan lupa tersenyum yah kalau baca tulisanku, meskipun sebegitu menyebalkannya aku di sini.... wassalam. 

#Ocehan sampah Eva Edelweis, Malang 30 Oktober 2016.


"Untuk yang Jauh, untuk yang Terjatuh"
(memo untuk kamu)
(I)
aku tak tahu dari sekian banyak waktu percakapan kita, kuhabiskan untuk apa. dalam labirin hidupku kamu terletak di bagian mana. yang aku tahu saat ini aku mengenalmu dalam kurun yang lebih dari sekadar hitungan hari. sehalnya aku, apakah kamu juga ingin mendekatkan perasaan kita lebih jauh?
seperti jarak wilayah kamu dan aku: dekat sekaligus jauh.

seperti katamu, semua hanya perkara waktu
maka menunggulah kalau begitu. aku tahu kamu perempuan yang sabar. dan kamu tentu juga paham
aku laki-laki terburu-buru, diburu perasaan tak tentu.
sejauh ini aku masih bertahan mencintaimu. bukan persoal betah, tapi lebih dari itu: aku menemukan diriku dalam dirimu.

meskipun kamu tidak akan percaya bahwa bertahun-tahun aku pergi, berangkat sebagai musafir yang dikalahkan sejarahnya sendiri. hanya untuk mencari jalan pulang menuju rumah, menuju diri sendiri. aku yang utuh, aku yang butuh diri kamu untuk bisa kembali ke tubuh: tubuh yang kedap oleh jarak, waktu, rindu, dan hal-hal yang selalu gagal dimenangkan oleh pertemuan.
(II)
aku lupa kapan perasaanku pertama kali tumbuh padamu. sebagaimana aku lupa bagaimana cara untuk meyakinkanmu bahwa cinta bukan saja timbul karena pertemuan. aku tidak akan menyalahkan moyang kita. tapi Tuhan pasti tahu alasan kenapa Ia mencipta Hawa dari rusuk Adam. sehalnya Adam, di sini kita hanya bisa mereka-reka, mungkin di pikiran Adam waktu itu Hawa begitu jauh. tak terjangkau oleh akal dan analogi-analogi banal. maka muncullah ide rindu. ya, menurut lelaki kesepian seperti Adam, hanya rindu yang bisa mendekatkan yang jauh, merapatkan yang dekat di sisi. maka dari rahim rindu, lahirlah moyangmu itu: Hawa yang konon terbuat dari rusuk kiri moyangku: Adam dan ketabahannya merawat pohon-pohon sepi di surga.

lalu setelah jatuh ke bumi, muncullah Adam-Adam baru yang patah hati. dikecewakan kegagalan sendiri. terpancing menjamah khuldi. berpisah sebelum kembali bertemu di ruang dan waktu yang sumpek oleh perasaan-perasaan asing. mereka yang dijatuhkan cinta yang rapuh kemudian memilih merantau. berharap bisa menemukan tempat bagi keletihan tubuh yang tua sebelum waktunya. demikianlah, sebagai orang yang pernah dirapuh-rubuhkan peristiwa di hari lalu, aku menjemput rindu untuk kembali kepadaku, untuk pulang kepadamu
seperti kata penyair itu.
(III)
aku bahkan tertawa jika sekarang aku berpikir bakal meninggalkanmu. hanya karena kekonyolan yang seolah tak ada habisnya aku cetuskan dari kegugupan menghadapimu dan perasaan yang beludak di dadaku.
maka sampai di sini, aku pasrahkan untuk kamu tampik berkali-kali, untuk mencintaimu berkali-kali.

maka setelah aku, siapa lagi yang akan terjatuh dan jatuh hati padamu dari jauh?

#Adaptasi tulisan si penyair, kak Aynu
Aku masih saja bercerita tentang orang yang sama, mengenang orang yang sama, mengingat dan bahkan harus ku akui, heii, aku rindu. Aku ingin bercerita tentang seseorang yang menurutmu baik itu, sama sekali belum memahamiku sebagaimana kau memahamiku.Ingin kugebuki diri sendiri hingga patah tinggal rambut saja yang tersisa, semacam itulah perasaanku.Tapi lupakan. aku sedang ingin berkicau bebas di sini, bukan tentang kamu.
Konyol, bodoh, mungkin itu yang akan kau katakan padaku saat ini. Bukan persoalan cinta, dan rindu yang hendak kubicarakan. Tapi lebih penting dari itu semua. Aku masih saja terkesiap dengan kejadian-kejadian mengerikan beberapa minggu lalu. Tentang sebuah kehilangan. Kehilangan yang cukup parah adalah kehilangan mimpi. Kehilangan jati diri. 
Aku masih lah eva yang sama, tapi aku sungguh berbeda dengan eva yang telah kau kenal 3, 4, 5 atau beberapa tahun yang lalu, saat aku masih merasa apapun aku jalani, rintangan apapun akan kulewati, tapi ternyata tidak banyak orang tahu tentang hidup eva yang tidak melulu baik-baik saja, meskipun dikelilingi orang-orang yang sungguh baik.
Orang-orang masih mengenaliku sebagai sosok yang absurd, bawel, innosent, childis, manis, supel atau yah terserah lah mau mengenaliku seperti apa. Tapi kau masih ingat kan, bahwa aku masih hobby sekali berdrama? hidupku ini dramatis coy. Tentang bahagia, lalu lara, tentang tawa, lalu tangis, tentang betapa indahnya hidup ini, lalu aku mengatakan bahwa hidup ini kejam, sungguh!. ah, aku ini manusia sejenis apa, juga tidak tau. Orang-orang yang mengenalku selalu saja dengan percaya dirinya mengatakan benar-benar mengenaliku sosok manusia sejenis apa.... well, aku hargai kesok tahuan kalian tentang diriku.... 
ini aku, Eva yang sebenarnya manusia yang tidak berperasaan. Tidak seramah yang kau katakan, tidak sesupel yang aku tampakkan, tidak, semuanya tidak. Ini aku, sejenis manusia yang tak punya hati. Ini aku, manusia yang tak pernah punya rasa peduli. ini aku, yang sedang menuliskan kekacauan di benakku. Ini aku, sekali lagi ini aku.....

       Kemarin, sempat aku memimpikanmu sahabatku. Tapi entah mungkin takdir semacam inilah yang harus memberi jarak pada kita. Dulu, pas kita sama-sama masih menduduki semester 7 aku pernah mengatakan sesuatu hal yang menurutmu itu adalah sebuah janji, sampai-sampai kau merekamnya di ponselmu saat itu. "Biar aku selalu ingat, kuliah semangat, dan kamu tidak mengingakari janjimu" begitulah ucapanmu dengan tegas yang masih terngiang-ngiang di pikiranku. Aku tak pernah berani membuat sebuah janji, apalagi terhadap kamu. Karena aku tahu, serangkaian pikiran buruk selalu menghantui hari-hariku. Kau tidak perlu tahu, semacam apa? Yang jelas, aku tidak pernah ingin membuat janji pada siapapun. Katamu, aku ini gadis ngeyel, tapi kataku, kamulah yang ngeyel tidak pernah mau kuberitahu atau kuberikan solusi atas problemmu yang entah sudah berapa kali kau bicarakan denganku. Yah, aku ini ngeyel, sangat. Bahkan dosenku, bapakku, pun mengatakan hal yang sama denganku. Aku ini ngeyel untuk tidak mau mengakui kalau omonganku itu adalah sebuah janji. Aku takut, tidak bisa melunasi janjiku sendiri.
      "Aku ingin menghadiri tasyakkuran prosesi wisudamu besok, dan kau boleh meminta apapun hari itu sebelum aku kesana. Dengan syarat, indeks prestasi kumulatifmu harus sekian..sekian..." Begitulah perkataanku padamu yang ternyata dianggap sebuah janji. "Aku ingin Edelweis" Jawabanmu itu membuatku tersentak kaget, terlalu ambigu. Entah kau mau edelweis sejenis bunga atau sejenis manusia? Rupanya kau sengaja mempermainkan pikiranku dengan pernyataanmu tadi. Lalu kitapun tertawa bareng..... "Kamu ini bawel yah, masalah akdemis kayak gitu kan urusanku, malah kamu yang peduli, ibuku sekalipun ga pernah peduli tentang itu semua. Tetapi aku beruntung mengenalmu, kan aku jadi semangat kuliah. Kenapa kamu tidak bilang kayak gitu pas aku masih semester 5 atau sebelumnya, kenapa baru sekarang? kan mepet banget,udah masuk semester 7 dan aku kurang yakin bisa memenuhi permintaanmu karena aku ini pemalas tidak seperti kamu" ucapmu waktu itu. Yah, aku ini memang bawel pada siapapun yang sudah kuanggap orang-orang terdekatku, termasuk kamu. Ga tahu saja sih kamu kalau aku juga pemalas, sok sok an saja aku mah, bilang begitu cuma untuk memberi semangat dan motivasi padamu, karena aku tahu, waktu itu aku adalah orang pertama yang paling sanggup memberimu semangat lebih dari biasanya apalagi diembel-embeli aku bakalan hadir ke acara wisudamu. Aku yakin betul, saat itu semangatmu naik drastis, dan terlalu ambisi untuk memenuhi permintaanku. Buktinya, kau berhasil. Yah meskipun keberhasilanmu itu bukan karenaku, tapi memang dasar kamunya yang cerdas kok. Kamu tekun hingga berhasil. Yah kau berhasil memenuhi permintaanku, tapi aku dengan sangat tega mengingkari omonganku sendiri. Aku tidak hadir di acara wisudamu. Lebih tepatnya, aku tidak bisa hadir. Kamu tidak tahu kan, betapa keselnya aku, betapa linglungnya aku, betapa marahnya aku pada diriku sendiri? Aku tidak harus cerita apapun padamu, cukup Tuhan saja yang menjadi tempat curhatku menggantikanmu betapa takdir kadang terlalu menyesakkan untuk kita jalani.
      Aku masih mengenang hal manis, betapapun pahit yang akhirnya kita temui. Aku masih ingat betul ketika kau bilang "kamu tahu kenapa Jogja istimewa? karena ada kamu, sahabat satu-satunya yang aku miliki. Yah kalau tidak ada kamu di sana, Jogja tetaplah Jogja, tapi tidak istimewa. Kalau ga ada kamu, provinsi DIY menjadi DY saja, Daerah Yogyakarta tapi tidak istimewa" lalu kau tertawa melihat kegelianku pada omonganmu yang satu ini. hahahhaha kau selalu punya cara untuk membuatku tertawa. Kapan-kapan semoga ditakdirkan untuk kembali ke kota yang pernah mendidikku ini. Nostalgia di tiap sudutnya akan membawamu kembali pada ingatan-ingatan masa silam yang mungkin telah kau lupakan. 
       Sahabatku, dimanapun kau berada, semoga kau selalu berada dalam pelukan Allah, dalam cintaNya Allah. Selamat untukmu yang sudah melewati satu tahap pintu masuk menuju masa depan, apapun yang kau inginkan, yang kau impikan termasuk ingin studi di negeri tetangga semoga tercapai. Berkah dan manfaat ilmu yang kau peroleh selama 10 tahun di pesantren. Selamat mengabdi untuk masyarakat, bangsa dan negara. Selamat atas keberhasilanmu sahabatku.... fisik kita boleh berpisah sejauh apapun itu bahkan sejauh kutub utara dan kutub selatan bumi ini, namun semoga ingatanmu pada namaku dalam setiap doamu masih selalu terpaut pada titik yang sama. Doa kita terpaut pada Tuhan yang sama, untuk kelak sama-sama meraih cinta dan RidlaNya. Untuk tetap mempertahankan keutuhan persaudaraan dan persahabatan kita. Persahabatan yang abadi hingga kita dipertemukan di FirdausNya. 

Salam cinta dari Jogja. 

#Catatan harian Eva Edelweis, Yogyakarta 24 Oktober 2016.