Catatan ngawur

Ku bertemu sang adam di simpang hidupku
mungkin akan ada cerita cinta
namun ada saja cobaan hidup seakan aku hina
Tuhan berikanlah aku cinta
untuk temaniku dalam sepi
tangkap aku dalam terangmu biarkanlah aku punya cinta
Tuhan berikanlah aku cinta
aku juga berhak bahagia
berikanlah restu dan halalmu
Tuhan beri aku cinta.........


Mungkin untuk kalian maniak karya dari kang Abik, maka tidak akan asing dengan 
lirik lagu ost film Ketika Cinta Bertasbih 2 yang masih menggema di pikiranku, menelisik ke bagian hatiku yang paling dasar. Kadang  aku berpikir, betapa hidup ini tidak adil, Tuhan. Ketika seseorang yang pernah datang di salah satu sudut dunia kita, lalu dia pergi begitu saja, menghilang maka rasanya ini tidak adil. Kenapa kami dipertemukan? kenapa kami diperkenalkan? kenapa kami diberi perasaan sedahsyat ini, Tuhan? ribuan pertanyaan kuledakkan tanpa ampun. Saya ini manusia normal, Tuhan. Sekeras apapun berupaya menegarkan, akan ada air mata yang tumpah ruah di depanMu. Kenapa begitu teganya Kau balik sebuah cerita manis menjadi sebuah kisah yang paling mengerikan di muka bumi? semua orang tak menginginkan sebuah perpisahan, begitupun aku. (sudut pandang pertama)

Beberapa dari kawanku memilih untuk memastikan dirinya tidak menjomblo. Terkadang, aku berpikir, sebegitu sempitnyakah makna cinta menurut mereka? cinta kan ga melulu tentang kisah seorang anak adam berjenis lelaki dan perempuan dalam buaian asmara saja, tapi cinta lebih luas dari itu. Ketika ayah kita rela bekerja siang malam tanpa kenal lelah demi menafkahi keluarganya, menurutku itulah wujud cintanya, ketika ibu selalu sabar merawat kita sejak masih dalam bentuk embrio sampai segede ini, itulah wujud kecintaannya. Adakah cinta yang lebih besar dari jutaan  cinta yang kita peroleh dari cintanya keluarga kita terhadap diri kita? (sudut pandang kedua)

Ketika seseorang hanya memaknai cinta itu wujud kasih sayang antara seorang laki-laki dan perempuan, lalu ketika dia ditinggalkan mengatakan Tuhan itu tidak adil, mengecewakan dengan cinta yang seperti ini. "Aku kan juga berhak bahagia, Tuhan". Bukan cuma dia, mereka yang hanya pantas merasakan sebuah cinta. "Sehina itukah aku hingga merasakan kisah cinta yang cukup mengerikan seperti ini?" (sudut pandang pertama)

Cinta itu makhluk Tuhan yang paling indah, karenanya hidup seseorang menjadi lebih berwarna. Tanpa cinta, hidup ini mungkin layaknya hutan yang gundul. Gersang dan sama sekali tak indah dilihat. Sebagai seseorang yang pernah hidup selama kurang lebih 21 tahun 3 bulan 1 minggu, limpahan cinta dari orang sekitar luar biasa. Terutama dari keluarga. Ayah ibuku adalah 2 orang pertama yang menyatakan cintanya sedemikian tulus bahkan sejak sebelum aku berbentuk sebuah zygod hingga setua ini. Cinta dari mereka luar biasa, tak kurang suatu apa. Sebuah alasan klasik hingga saat ini aku masih sanggup untuk bertahan dengan kesingleanku adalah aku belum benar-benar menemukan cinta yang utuh seperti cinta yang mereka berikan. Pernah sih, jatuh hati tapi itu tak terlalu lama aku rasakan. Rasanya asyik, bikin hati bergejolak penuh semangat, tapi ujung-ujungnya hambar. Cinta yang pernah kurasakan tidak sedahsyat cinta orang tua terhadap aku. Entahlah yah, aku juga tidak tahu kenapa kadang orang-orang merasa begitu menyedihkan ketika dia menjomblo. well, salahkah kita menjomblo? Aku pernah berada di jalan yang cukup rumit untuk ukuran sebuah hubungan cinta yang seperti itu, tapi lagi-lagi aku katakan dengan sejujurnya aku belum menemukan cinta yang bisa membuatku benar-benar cinta dengan seutuhnya pada orang itu. Katakanlah aku ini musafir cinta pada beberapa waktu yang lalu, namun jangan salah sangka dulu, aku hanyalah gadis biasa yang jika menaruh perasaan khusus pada orang lain, tak pernah terkatakan. Aku hanya mencintainya dalam diam, dalam doa, itu saja. Tidak berani untuk menjalankan sebuah hubungan khusus seperti remaja yang lain. Jarang sekali aku patah hati hanya karena cinta semacam itu, tersebab memang belum menemukan hakikat cinta yang utuh seperti yang kuinginkan. (Sudut pandang aku).

#Catatan ngawur yang ditulis pada saat aku menemukan hujan untuk pertama kalinya di kota Apel. 30 Oktober 2016. 

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar