Berhari-hari kotaku diguyur hujan, basah membasahi seluruh isi kota ini. Sama persis sebagaimana hujan seolah ikut membasahi hatiku. Derasnya hujan dalam diriku bahkan jauh lebih deras dari hujan yang entah kapan akan mereda. Setiap kali hujan datang bertandang, menciumi tanah, tumbuhan dan kita, kenangan pun selalu hadir tanpa ampun. Kenangan tentangmu benar-benar menggenangi seluruh pikiranku. Terpusat pada dirimu saja, hingga perlahan air mata mulai berguguran satu persatu tak terkira. Sesenggukan seorang diri di tengah derasnya hujan melawan rindu yang sudah memuncak jauh sebelum hujan datang bertamu. Ah, kau ini :'(
Hujan itu romantis, setidaknya begitulah kata orang-orang yang mencinta. Derai air hujan cukup membuatku begidik, bayanganmu yang selalu muncul di hadapanku tak sanggup ku usir begitu saja. Sesosok tubuh berbadan tegap dengan bahu yang cukup keras selalu sanggup menahan isak tangisku. Debar dadaku berasa tak terkendali saat mata kita saling beradu, tatapanmu yang mencengkeramku, lalu melembut sebagaimana lembutnya kasih sayangmu. Hingga tak sanggup bagiku untuk membohongi diriku sendiri untuk tidak mengatakan "Kau selalu mampu membuatku jatuh hati berkali-kali dan belum pernah sekalipun aku kehilangan perasaan itu". Percikan hujan ini menyadarkanku bahwa kehangatan dari sikapmu ternyata membawa kebiasaan padaku untuk tak sanggup menahan rasa dingin luar dalam terlalu lama, dan saatnya aku meneduh.
Hujan yang mengguyur kotaku benar-benar membawa genangan kenangan tentangmu. Tak sanggup aku berbohong di sini untuk menahan rindu yang semakin hari semakin bertambah, selalu bertambah tanpa pernah berkurang. Tak sanggup aku terisak seorang diri mengenang segala hal tentangmu, luruh sudah separuh hatiku yang telah kau bawa pergi. Tega! pergi begitu saja dengan bersikap dingin yang bahkan jauh lebih kaku dibandingkan batangan es balok sekalipun. Aku tak sanggup menahan perasaan benci atas sikapmu yang ini. Kau tak lagi peduli bagaimana kerasnya aku mencinta dan terlalu acuh untuk menanggapi berbagai kepiluan hati yang akhir-akhir ini menderaku.
Catatan Eva Edelweis, 01 Oktober 2016
0 komentar:
Posting Komentar