"Untuk yang Jauh, untuk yang Terjatuh"
(memo untuk kamu)
(I)
aku tak tahu dari sekian banyak waktu percakapan kita, kuhabiskan untuk
apa. dalam labirin hidupku kamu terletak di bagian mana. yang aku tahu
saat ini aku mengenalmu dalam kurun yang lebih dari sekadar hitungan
hari. sehalnya aku, apakah kamu juga ingin mendekatkan perasaan kita
lebih jauh?
seperti jarak wilayah kamu dan aku: dekat sekaligus jauh.
seperti katamu, semua hanya perkara waktu
maka menunggulah kalau begitu. aku tahu kamu perempuan yang sabar. dan kamu tentu juga paham
aku laki-laki terburu-buru, diburu perasaan tak tentu.
sejauh ini aku masih bertahan mencintaimu. bukan persoal betah, tapi lebih dari itu: aku menemukan diriku dalam dirimu.
meskipun kamu tidak akan percaya bahwa bertahun-tahun aku pergi,
berangkat sebagai musafir yang dikalahkan sejarahnya sendiri. hanya
untuk mencari jalan pulang menuju rumah, menuju diri sendiri. aku yang
utuh, aku yang butuh diri kamu untuk bisa kembali ke tubuh: tubuh yang
kedap oleh jarak, waktu, rindu, dan hal-hal yang selalu gagal
dimenangkan oleh pertemuan.
(II)
aku lupa kapan perasaanku
pertama kali tumbuh padamu. sebagaimana aku lupa bagaimana cara untuk
meyakinkanmu bahwa cinta bukan saja timbul karena pertemuan. aku tidak
akan menyalahkan moyang kita. tapi Tuhan pasti tahu alasan kenapa Ia
mencipta Hawa dari rusuk Adam. sehalnya Adam, di sini kita hanya bisa
mereka-reka, mungkin di pikiran Adam waktu itu Hawa begitu jauh. tak
terjangkau oleh akal dan analogi-analogi banal. maka muncullah ide
rindu. ya, menurut lelaki kesepian seperti Adam, hanya rindu yang bisa
mendekatkan yang jauh, merapatkan yang dekat di sisi. maka dari rahim
rindu, lahirlah moyangmu itu: Hawa yang konon terbuat dari rusuk kiri
moyangku: Adam dan ketabahannya merawat pohon-pohon sepi di surga.
lalu setelah jatuh ke bumi, muncullah Adam-Adam baru yang patah hati.
dikecewakan kegagalan sendiri. terpancing menjamah khuldi. berpisah
sebelum kembali bertemu di ruang dan waktu yang sumpek oleh
perasaan-perasaan asing. mereka yang dijatuhkan cinta yang rapuh
kemudian memilih merantau. berharap bisa menemukan tempat bagi keletihan
tubuh yang tua sebelum waktunya. demikianlah, sebagai orang yang pernah
dirapuh-rubuhkan peristiwa di hari lalu, aku menjemput rindu untuk
kembali kepadaku, untuk pulang kepadamu
seperti kata penyair itu.
(III)
aku bahkan tertawa jika sekarang aku berpikir bakal meninggalkanmu.
hanya karena kekonyolan yang seolah tak ada habisnya aku cetuskan dari
kegugupan menghadapimu dan perasaan yang beludak di dadaku.
maka sampai di sini, aku pasrahkan untuk kamu tampik berkali-kali, untuk mencintaimu berkali-kali.
maka setelah aku, siapa lagi yang akan terjatuh dan jatuh hati padamu dari jauh?
#Adaptasi tulisan si penyair, kak Aynu
0 komentar:
Posting Komentar