Nei-Syarifana - di Ujung Penantian
Nei-Syarifana membidik ujung penantian di wajah tragisnya
demi menemukan jawaban atas pertanyaan gila dengan tingkah aneh, tubuhnya yang
asimitris mana mungkin dapat menyentuh di luar keinginan dan kekuasaannya. Keadaan
tidak lagi sejalan dengan keinginannya, tak
seindah khayalan yang diharapkannya, di mana Sandi tak pernah memberikan fasilitas
lengkap dalam menjangkau alasan-alasan alam yang ingin dia sentuh sebagai cita-cita
demi memanifestasikan arti sebuah kebahagiaan.
Share adalah ungkapan untuk menekan dirinya dan seantero masyarakat
dengan menaikkan herregistrasi yang menguntungkan,
sementara keadaan sama sekali tak berubah kekerontangan menghauskan ratusan
masyarakat sekitar, dengan segala imajinasi dan impian. Hanya saja mereka terlalu
kaku dan tak berdalih sedikitpun mengenai penekanan bersyarat pada dirinya,
masihkah tersisa idealisme pada diri mereka?
Nei-Syarifana tak pernah tau jawabannya, dia asyik
memainkan jemarinya menghitung detik yang dianggap akan menemukan kebahagiaan dari
semua sudut hidup yang ia jalani, gaya ala Sule –lawak kondang Opera Van Java-
membawa dirinya terpental jauh di bawah alam sadar. Sementara dirinya bukanlah dari
Pakalongan pada abad ini, bahkan tak mungkin
membandingi keluasan jiwa Rabiatul ‘Adawiyah pada abad ketiga belas. Mungkinkah
ia mampu membangun sesuatu yang menakjubkan seperti yang dilakukan orang
terdahulu dengan membuat kehebatan monumen Atomium di Brusell, bola-bola
raksasa pada tahun 1965. Seharusnya dia sadar, rasa semangat yang terlalu tinggi
harus diimbangi dengan berbagai faktor yang dihadapkan pada dunia di mana ia berada,
dan mengapa tak pernah terpikir “why she should be here or she’s so glad to
be here again”, yaitu dunia hijau
yang tidak akan menampung keunikan berpikirnya.
Pada saat dimana dia harus berteriak, tentulah
bukan di hutan yang hanya didengarkan makhluk-makhluk “dungu”, sepantas-nyalah ia
tau bahwa apa yang ia cari begitu sulit terjangkau, apalagi harus membidik ujung
penantian dalam kelemahan yang tragis, karena memang tidak ada resep dan konsep
secara formal, itu yang seharusnya disadari Nei-Syarifana.
Bagaimana ia akan menemukan jawabannya, rasa
penasaran harus disirnakan dengan mengimbangi angan yang pasti, jawaban itu telah
dimanipulasi dan akan tetap terbingkai rapi di balik tabir Sandi. Apakah dia tau jika hal itu adalah sebuah
alasan? Memburu, menemukan, memang bukan kemustahilan yang nyata, tapi memang harus
melalui tebing terjal dan tembok raksasa pada ideologi yang sengaja disesatkan.
Kecemasan dan hiruknya obsesi Nei-Syarifana sebaiknya
dinetralisir dengan mampu menerima keluasan cara berpikir Eva-Edelweiss sahabat
karibnya, di mana Eva mampu mengimbangi emosi dan logika secara kuat dan beralasan,
serta menyadari situasi dan kondisinya. Andai saja Nei-Syarifana mampu melakukannya
tentu tidak akan setragis ini, apakah ia
lupa jika ambisinya yang disuarakan tidak akan didengar oleh Sandi? Bahkan mungkin
hal ini akan menyurutkan posisinya hingga dia tidak akan melakukan satu pun hal
yang berguna.
Jangan menceritakan janji manis pada ujung penantian,
itu belum pasti. Menunggu dengan tenang hanya akan menjadikan dirinya mengharap
suatu yang tak jelas. Lalu bagaimana akhir ceritamu Nei-Syarifana?Tidakkah dirimu
dengan rendah hati menerima pendapat Eva
yang berusaha melindungimu dari intimedasisi Sandi? Jangan pernah ragu! Karena
“there is always beginning of everything!”asal
dirimu mampu menyapa keluasan dunia dan menyentuhnya sesuai dengan kenyataan di
mana dirimu berada. Ingat! Bukankah hukum adalah sebagian dari kebudayaan suatu
bangsa. Ideologi dan karakter suatu bangsa
tercermin dalam kebudayaan dan hukumnya. Begitu juga dengan keadaan di
sini, ada peraturan sendiri di mana harus dipatuhi oleh segenap warga yang ada;
dan satu hal lagi, setiap tempat mempunyai peraturan yang berbeda “IbiIus Ibi Sociale”, jika kamu tinggal disuatu
tempat maka disanalah kamu harus mengikuti aturan hukum yang berlaku.
Akhirnya, selang beberapa hari dimana kehidupan
back to nature setelah lengah-masalah
hampir satu bulan, terlihat Nei-Syarifana mampu menyadari pikiran-pikiran idealis
dan perfeksionisnya bahwa: hidup ada batasan-batasan
yang diatur sebagai undang-undang hukum. Kehidupan telah berubah dan Nei-Syarifana
telah menunjukkan dirinya sebagai manusia yang sesuai dengan kodratnya.
0 komentar:
Posting Komentar