Assalamualaikum...... Bertemu lagi denganku eva edelweis, gadis madura berhidung minimalis. Kali ini aku ingin share sedikit cerita tentang santri. Why about santri? karena aku seorang santri, dan kamu tidak usah protes. hahaha -_- 

    Sekitar dua tahun yang lalu, tahun 2015 pemerintah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai hari santri nasional dalam rangka sebagai peringatan histori tentang peran santri yang luar biasa dalam menjaga keutuhan NKRI. Sementara aku, merayakan hari santri dengan cara menerbitkan sebuah tulisan sederhana ini di blog pribadi. 

    Terhitung 8 tahun sudah aku berstatus sebagai santri. Satu windu itu tidak cukup buat seseorang mengais ilmu di pesantren, karena apa? bahkan hingga hari ini pun aku menyesal kenapa tidak sejak balita saja aku dijebloskan ke pesantren. Loh kok bahasanya dijebloskan sih? Iya, karena pertama kali aku nyantri, aku terpaksa mondok karena keinginan orang tua. Aku benar-benar tidak betah tinggal di pesantren. Sejak hari pertama diserahkan ke pak kyai, orang tuaku tidak menjengukku atau sekadar menelpon ke pesantren untuk menanyakan kabarku, hingga liburan pun tiba. Hiks.... menyedihkan yah :(

    Menurutku, pesantren itu semacam rumah sakit yang menyembuhkan seseorang dari sakitnya. Terserah kamu setuju atau tidak, tapi ini kan hanya soal pengalaman. Aku yang dulu benar-benar sosok aku yang individualis, yang sama sekali tidak mengerti arti empati, tidak mengerti tentang bagaimana hidup bersama dengan orang-orang yang beda kepala beda isi. Awalnya sangat menyiksa, bahkan katakanlah aku sendiri merasa terkucilkan diantara 40 orang yang menghuni kamar di tempatku berada. Yah, kamu ga usah kaget ketika tadi aku menyebutkan angka 40 orang dalam sekamar. Maklum, ini pesantren bukan rumah pribadi apalagi hotel. Tetapi ternyata aku salah sangka, bukan aku yang dikucilkan tapi aku yang mengucilkan diriku sendiri diantara banyak orang. Aku yang tidak mengerti bagaimana membawa diriku sendiri untuk bergaul, bersosialisasi dengan orang lain. Aku menikmati duniaku sendiri tanpa menoleh ke arah orang-orang di sekitarku. Aku terlalu sibuk dengan pikiran "aku ini ga bisa bareng mereka, aku ini ga tahu caranya agar aku diterima di komunitas mereka, aku ini... bla bla bla... dan banyak pikiran negatif lain yang ada di kepalaku waktu itu. Padahal permasalahannya bukan ada di mereka tapi ada dalam diriku sendiri yang enggan membuka diri untuk mencoba sharing, saling curhat misal dan apa pun yang bisa dilakukan bersama orang lain. 

    Tiga tahun berlalu dengan cepat, bahkan dalam kurun waktu yang sebentar itu aku sudah rolling kamar sebanyak 4 kali. Hahahahha .... stress sih ketika mulai bersosialisasi lagi dengan orang-orang baru. Hanya saja Tuhan selalu mengirimiku orang-orang baik hati yang mau paham dengan karakterku yang seperti ini, hingga akhirnya aku bisa melewati situasi sulit semacam harus mengenali dengan baik orang-orang baru yang ada di sekitarku.  Tiga tahun yang cukup berarti buat diriku sendiri, karena di sini aku mengalami banyak hal yang membuatku hidup dan kehidupanku kebanting dengan cepat. Dibekali dengan banyak hal-hal sederhana yang akan membuatku survive hidup di mana pun bahkan dalam situasi sesulit apa pun. Hari ini, ketika aku menulis tulisan ini pun, aku sudah berubah menjadi pribadi yang berbeda. Aku sudah tidak canggung lagi menyapa dan berkenalan dengan orang-orang baru, aku sudah tidak gelisah lagi jika bersosialisasi dengan orang lain, dan aku pun sudah nyaman menjadi diriku yang hari ini, sangat berbeda dengan beberapa tahun silam.  Ini hanya sekilas cerita tentang kehidupan sosial di pesantren, belum lagi soal keilmuan dan pengetahuan yang didapatkan di sana. Bahkan hari ini aku benar-benar menyesal kenapa waktu usiaku masih 10 tahun aku menolak dimondokkan oleh orang tuaku, kenapa tidak kuiyakan saja waktu itu? pikirku sih agar bekalku yang kusadari sedikit akan membawaku melangkah lebih jauh dari pencapaian-pencapaian hari ini. 

    Hari ini pun aku masih berstatus santri di pesantren yang lain, bedanya adalah di pesantren ini aku bertemu dengan mereka yang menurutku sudah sangat mantap keilmuannya dalam beberapa hal sejak di pesantren mereka yang sebelumnya. Di situlah penyesalanku kenapa hanya sebentar saja aku "menelantarkan diri" di pesantren yang dulu. Aku bahkan merasa beruntung hidup di pesantrenku yang sekarang, karena berkat pesantren keluargaku lapang dada melepaskan anak gadisnya jauh dari jangkauannya. Apalagi waktu aku akan berangkat ke Jogja, ibuku sempat bilang mengenai berita tentang Jogja bahwa 95% mahasiswa Jogja tidak perawan. Wah, betapa mengerikannya dan aku tidak tahu persis bagaimana perasaan ibu waktu itu. Kita pasti tahu, bagaimana ketar-ketirnya hati orang tua yang memiliki anak gadis yang merantau jauh dari dirinya. Ketahuilah bahwa menjaga anak perempuan lebih sulit tanggung jawabnya daripada menjaga ratusan kilo emas aman dari penjarah. Mengingat itu semua, aku bersyukur dengan hidupku hari ini yang tanpa terasa sudah 5 tahun aku nyantri dan jauh dari orang tua. Aku benar-benar bersyukur, ayah dan ibuku masih ridla dan berdoa untuk diriku di sini karena kepasrahan hati mereka menyerahkan diri pada Tuhan dan juga pesantren yang akan menjagakanku dengan selamat dunia akhirat, in sya allah....

    Tepat hari santri satu tahun yang lalu, 22 Oktober 2016 aku menghadiahi keluarga dengan hari kelulusanku sebagai hadiah spesial untuk bapak dan ibu yang juga alumni pesantren. Entah sudah keberapa kalinya ibuk selalu menghubungiku dengan peryataan yang sangat kuhapal "Eva, aku ingin ke Jogja.. melihat keindahan budaya Jogja. Aku ingin tahu seperti apa wajah pesantrenmu yang selalu kau ceritakan saat liburan, aku juga ingin mengenal teman-temanmu Va... Kapan kau akan wisuda?" ah, kini pertanyaan itu sudah menjadi kenangan manis antara aku, keluarga, dan pesantrenku. 

    Oke, sampai di sini dulu tulisan ga jelas sore ini... Satu hal sebagai penutup, nikmatilah hidupmu kawan-kawan santri sekalian.. Eksplorasilah apa pun yang ingin kamu tahu, semuanya akan bermanfaat untuk hidupmu di masa yang akan datang dimana potensi dan sosok seorang santri lah yang akan dicari-cari masyarakat nanti. Jangan sampai ceritamu seperti aku, menyesal karena nyantri hanya sebentar.... hehehe
Terimakasih tak terhingga untuk Annuqayah dan pondok pesantren UII Yogyakarta.... 
Salam Santri 


Catatan Eva Edelweis, Yogyakarta 22 Oktober 2017  


    Selamat pagi para pembaca blog sarang laba-laba.... sudah lama rasanya kita tak berjumpa lagi di rumah ini. Nyaris dua bulan mandek tidak pernah mengunjungi blog ini. Sepagian ini aku tidak ingin menuliskan hal-hal yang terasa berat dibaca hanya sharing hal sederhana semacam bullyng.

    Aku yakin semua orang tidak mau jadi korban bullyng, tapi kenapa ada banyak orang membully orang lain dengan senang? Sebenarnya, tiba-tiba nulis ini karena baper dari semalam mewek sendiri kehilangan teman dekat dan entah apa yang terjadi, aku ingin banget nulis unek-unek yang ada di kepala ini. Aku punya banyak  teman yang terbagi dari beberapa komunitas, atau sebuah keluarga kecil. Salah satunya adalah keluarga kecil di pesantren. Aku ga tau yah kenapa aku menjadi manusia yang cuek luar biasa, males banget berkumpul dengan kawan yang di pesantren.. Padahal mulai dari aku buka mata di pagi hari sampai terpejam di malam hari pun yang intens berkomunikasi tentu saja dengan kawan pesantren. Namun aneh rasanya bagiku mendadak jadi seseorang yang super introvert, jarang banget mau main ke teman kamar sebelah kecuali ada moment-moment tertentu seperti merayakan hari kelahiran mereka, makan malam bersama di luar, rencana ke kondangan luar kota, atau hal-hal yang sekiranya membuat kami tidak cukup berbicara di grup line dan mengharuskan tatap muka. Selain dari itu, aku lebih memilih sendiri di kamar dengan aktivitasku sendiri. Oke barangkali ini terlihat sangat aneh untuk aktivitas santri semacam aku yang seharusnya banyak bersosialisasi dengan mereka. Aku nyaman dengan duniaku, dengan banyak hal yang kulakukan sendiri, bahkan kupikir seharusnya aku menjadi anak kotsan dibandingkan tinggal di pesantren. 

    Cerita itu terjadi di pesantren. Bagaimana dengan komunitas lain? contohnya saja deh, di Taekwondo (tkd) dan kimia. Anak-anak taekwondo mayoritas agak absurd macam aku sih hahahha. Yang cowok itu hombreng, yang cewek pun cewek KW. lah kok gitu? ah sudahlah aku tak akan membicarakan hal itu di sini.... aku hanya menyoroti cara mereka memperlakukan seseorang dan bagaimana perasaanku ada di sana. Ketika lagi bareng mereka, diriku yang introvert di pesantren menjadi orang yang humble dengan siapa pun, bahkan aku dengan senang hati membantu mereka anak yang baru masuk untuk belajar sedikit gerakan-gerakan yang benar dilakukan. Bahkan dengan senior pun aku  juga begitu, menjadi seseorang yang sangat asyik diajak bicara seperti aku menemukan diriku yang sebenarnya, tanpa pencitraan, dan aku benar-benar menjadi aku, karena mereka membuatku merasa nyaman untuk tidak jadi orang lain. 

    Begitu pun ketika aku berkumpul dengan anak-anak kimia. Aku menjadi seseorang yang sering heboh sendiri, pemecah suasana, dan menjadi orang yang asyik pun dengan mereka, sama seperti yang aku rasakan saat bareng anak tkd. 

    Lalu kenapa dengan pesantren? apakah ada sesuatu yang buruk di sana? ku kira tidak... lalu kenapa kamu berprilaku seolah punya kepribadian ganda? jawabannya cuma satu, tergantung situasi dan perasaan nyaman yang ditimbulkan oleh komunitas tersebut. 

    Aku ingin banget sih sebenarnya membela diri ketika ada yang mengusikku dengan pertanyaan-pertanyaan "eh, eva kok ga pernah mau gabung sih? kok kamu cuek banget gitu? kayak ga mau kenal..." kujawab mereka dengan senyuman. oke, aku ingin menjawabnya di sini....

    Bullyng. Itulah jawabnnya.... jadi tulisan banyak yang kutulis di atas hanyalah pengantar saja hahahha. inilah inti permasalahannya....Aku ga terlalu sering ikut nimbrung dengan kawan pesantren, karena bullyng. Dimana pun kapan pun kita berkumpul selalu saja ada pembullyan di situ. Entah itu korbannya aku, atau orang lain... tapi aku sangat tidak suka. Mungkin bagi mereka itu asyik, bisa membuat suasana pecah dan ketawa bersama. Hei.... apakah untuk membuat kita tertawa harus mengorbankan perasaan yang lainnya? Misal nih, aku yang dibully ... terus aku balik bully dia, eh dianya marah-marah, cemberut, minta pembelaan dari teman yang lain terus nyari kesalahan gue untuk bully balik. Nah loh? gitu kan.... kamu saja ga suka dibully, kenapa kamu membully orang? itu pertanyaanku yang selama ini tertimbun di kepala. Ketika ada yang dibully, aku hanya ikut tertawa saja jika ada hal-hal lucu tapi sama sekali tidak mau ikut membully orang. Karena aku tahu, walaupun itu seru-seruan, bikin kita jadi ketawa, ada orang yang disakiti. Emang ga ada bully secara fisik, tapi lebih ke kata-kata yang sedikit nyess di hati, dan menurut aku itu lebih menyakitkan dibandingkan ada yang melukai fisik. Awalnya seru-seruaan tapi ujung-ujungnya yang dibully jadi ngambek, kasih pembelaan sendiri, minta pembelaan teman kalau dia punya sekutu, kalau nggak.... dia bakalan balik nyari kesalahan yang bully. Kan, seru-seruan apaan itu? 

    Seseorang bisa kok jadi asyik tanpa harus mengeluarkan joke-joke yang menyeret pada pembullyan. Salah satunya adalah temanku yang satu ini... gadis kelahiran Cilegon yang berulang tahun kemarin... dia salah satu temanku yang paling asyik, dengan ciri khasnya dia yang kadang absurd.... berteman dengan dia, suasana tetap asyik meski ga ada pembullyan. Mungkin di antara sekian banyak orang yang suka banget bully membully orang, dia jarang bahkan tidak pernah membully. Sama kayak aku, hanya numpang ketawa saja ketika ada yang dibully dan dibarengi dengan bercerita hal-hal yang lucu tapi menarik untuk diceritakan ulang, tentu saja tentang keseharian kami bukan ghibahin orang. Oke, Happy birth day Adhe Nur Tsani Oktavia...

    Aku sih orangnya, kalau sudah tidak nyaman ya udah lebih baik meminimalisir dibandingkan ikutan nimbrung tapi kadang ada rasa sakit hati sendiri. Jadi daripada aku baper sendiri, kadang juga sakit hati, mending aku dikatakan cuek ga mau bersosialisasi dengan orang lain, ga asyik, dan dibilang pribadi yang introvert tapi aku nyaman dengan hidupku. Aku merasa tentram meski sendiri. Aku merasa menemukan inilah diriku yang sebenarnya, aku tidak perlu pura-pura merasa baik-baik saja dan happy dengan hal yang kurang menyenangkan. It's my choice.  Oke fine, jika ada yang menanggapi "kok kamu ga asyik banget sih orangnya? itu kan biasa namanya juga teman saling ece gitu... kok kamu baperan? tanggepin dengan santai lah.. ga usah merasa sakit hati.. gitu saja kesel terus merasa ingin ditulis di blog pribadi..." oke mungkin kalau ada yang baca ini, bakalan ada yang berkomentar seperti itu. Tapi kuakui sih, aku baperan banget orangnya.. menurut aku, bagaimana pun bentuk pembullyan itu, meski hanya lewat joke, tetap saja itu bullyng dan kita tidak berhak melukai hati siapa pun meski hanya becanda. Well, untuk menghidupkan suasana, membuat orang tertawa, mengeratkan persahabatan, ada banyak sekali cara tanpa harus bully. Yah aku tahu sih, ada yang bilang sahabat itu adalah orang yang kadang dengan seenaknya ngatain kamu doggy atau piggy dengan muka santai bahkan kayak nama kesayangan. Hanya saja, sahabat versi aku tak seperti itu. Aku sama sekali ga ingin manggil orang yang kusayangi sebagai sahabat dengan panggilan doggy misal.... nggak banget. Meskipun anak jaman now, menganggapnya hal lumrah dilakukan. 
  
    Oke itu saja dulu sampah di kepala yang ingin kubuang, jika kamu tidak suka atau ingin memberiku saran bagaimana hidup yang lebih asyik dari sendirian dengan menjadi manusia yang introvert, kamu boleh komentari tulisan ini. Keasyikan nulis, aku jadi lupa mau berangkat kerja... see you next time.

Catatan Edelweis, Yogyakarta 11 Oktober 2017. Lantai 4 asrama UII